BPSILHK Makassar

Menjadikan BP2LHK Makassar sebagai Pusat Unggulan IPTEK Pengelolaan Kawasan Wallacea

BP2LHK Makassar (26/07/2019)_Dalam rangka mewujudkan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar sebagai Pusat Unggulan IPTEK Pengelolaan Kawasan Wallacea, maka BP2LHK Makassar mengadakan Workshop Pengelolaan Ekosistem Wallacea di Hotel Dalton Makassar pada tanggal 25 Juli 2019. Workshop diikuti oleh peserta dari beberapa UPT yaitu Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (P3E Suma), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan (BBKSDA Sulsel), Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Kepala Seksi, Sub Bagian Tata Usaha, Peneliti dan Teknisi BP2LHK Makassar.

Workshop dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam pengelolaan kawasan Wallacea.  Kegiatan ini menghadirkan tiga orang narasumber yaitu Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc dengan judul Konservasi Tingkat Komunitas di Wilayah Wallacea, Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc dengan judul Ekosistem Wallacea : Keunikan dan Permasalahannya di Sulawesi dan Julianus Kinho, S.Hut, M.Sc dengan judul Manajemen Anoa Breeding Center.

Dalam sambutannya selaku kepala BP2LHK Makassar, Ir. Misto MP, mengatakan bahwa maksud dilaksanakannya kegiatan workshop ini yaitu untuk lebih memahami tentang permasalahan dan pengelolaan ekosistem wallacea, dimana sudah dikenal sejak Wallacea melakukan penelitian tentang ekosistem yang unik dan lain dari yang lain. Hasil dari kegiatan workshop ini juga diharapkan berguna bagi instansi lain yang mempunyai tugas pokok dibidang konservasi, seperti Taman Nasional, Balai KSDA dan Pemda terkait.

Workshop pengelolaan ekosistem wallacea merupakan hal yang penting bagi BP2LHK Makassar, baik sebagai sebuah institusi litbang maupun sebagai binaan dari Ristekdikti terkait PUI. Sehubungan dengan PUI, terdapat 3 ruang lingkup yang menjadi tema besar, yaitu, Konservasi Eboni, Konservasi Tarsius dan Pengelolaan Karst. Dengan adanya workshop ini, kinerja PUI dan Litbang diharapkan menjadi lebih baik lagi, terarah dan fokus dalam memberi sumbang saran dan pikiran untuk kemajuan iptek, Ujar Misto.

Dalam paparannya tentang Konservasi Tingkat Komunitas di Wilayah Wallacea, Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc, menyatakan bahwa konservasi merupakan kegiatan yang tidak hanya menjaga secara utuh sumber daya yang ada, tetapi termasuk bagaimana memanfaatkan sumber daya tersebut secara lestari dan berkelanjutan. Dalam arti lain, konservasi merupakan upaya mengelola atau memelihara dan memanfaatkan apa yang kita punya (sumber daya alam) secara bijaksana dengan berpedoman pada asas kelestarian yang berkelanjutan.

Amran juga menjelaskan tentang sejarah dan proses pembentukan Wilayah Wallacea mulai dari 230 juta tahun yang lalu, hingga proses pembentukan Pulau Sulawesi yang terjadi sekitar 2,3 juta tahun yang lalu. Perubahan iklim di masa lampau ini melahirkan spesies khas yang baru yang berkembang di Kawasan Wallacea. Jumlah species endemic yang terdapat di wilayah Wallacea yaitu: burung sebanyak 32, mamalia sebanyak 60, reptil sebanyak 26, tumbuhan sebanyak 7 dengan total nilai endemisme yaitu sebanyak 32 jenis. Kategori ini tergolong tinggi nilai endemismenya dibanding wilayah lainnya.

Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc menerangkan tentang Ekosistem Wallacea : Keunikan dan Permasalahannya di Sulawesi. Wilayah Wallacea diapit oleh dua Dangkalan Sahul dan Dangkalan Sunda dan di antara Pulau Kalimantan dan Papua. Kepulauan wilayah Wallacea tergolong unik karena tidak pernah menyatu dengan dangkalan Sahul dan Sunda sehingga flora dan fauna yang ada merupakan khas endemik di Sulawesi.

Oka juga menjelaskan tentang pengaruh iklim, ketinggian tempat, ekosistem hutan dan jenis tanah yang menjadikan wilayah Wallacea ini khas dan endemik sehingga memiliki flora dan fauna beragam. Sejarah biogeografi yang terjadi di wilayah Wallacea menjadikan komposisi keanekaragaman flora di Sulawesi menjadi khas dan spesifik dibandingkan di tempat lain.

Terkait kendala permasalahan pengelolaan keanekaragaman hayati di Sulawesi, Oka menyebutkan beberapa hal yang patut menjadi perhatian. Pada bidang tumbuhan terdapat kendala berupa banyak jenis flora yang belum terdeskripsikan, ekosistem alami sebagai habitat sangat terbatas, data pendukung terbatas, laju kepunahan tinggi dan belum tersedianya arboretum untuk penyelamatan jenis endemik, langka dan endangered. Sedangkan kendala untuk satwa yaitu banyak kelompok serangga belum terdeskripsikan dan diberi nama, habitat terbatas dan terfragmantasi, laju kepunahan tinggi, data pendukung terbatas serta kurang pemahaman akan nilai tidak langsung dari satwa sehingga hal ini perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menyediakan informasi pendukung dan pendidikan konservasi sejak umur prasekolah.

Julianus Kinho, S.Hut, M.Sc menerangkan tentang Manajemen Anoa Breeding Center (ABC) di Manado. Pengelolaan ABC ini dimulai sejak tahun 2011 hingga saat ini, dimana terdapat 10 ekor anoa yaitu Manis, Ana, Rambo, Denok, Rocky, Rita, Stella, Maesa, Anara dan Deandra. Penamaan Anoa ini dilakukan untuk memudahkan dalam penelitian di ABC. Terdapat 6 (enam) pilar utama dalam Manajemen Pengelolaan ABC yaitu : manajemen pakan (penyediaan dan pemberian pakan), manajemen kandang, manajemen kesehatan, manajamen reproduksi, pendidikan konservasi dan jejaring kerjasama. ***AdeS

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top