Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang penting di Indonesia, untuk perlindungan dan pengawetan perwakilan tipe ekosistem alami, yaitu ekosistem Karst, ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah dan ekosistem Hutan Pegunungan Bawah. Kawasan TN Babul secara administratif pemerintahan terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004, kawasan ini ditunjuk dengan luas ± 43.750 hektar memiliki fungsi sebagai laboratorium alam untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata, daerah tangkapan air bagi kawasan di bawahnya (catchment area) dan beberapa sungai penting Provinsi Sulawesi Selatan (TN. Babul, 2016).
Disamping itu, TN Babul merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan yang terkenal dengan keanekaragaman kekayaan wisata alamnya. Berdasarkan Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) dan Zonasi, TN. Babul menetapkan tujuh site ODTWA pada zona pemanfaatan yang prioritas untuk pengembangan pengelolaan pariwisata alam. Lokasi-lokasi dimaksud adalah (1) Kawasan Wisata Bantimurung, (2) Kawasan Wisata Pattunuang, (3) Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta, (4) Kawasan Gua Vertikal Leang Pute, (5) Kawasan Situs Prasejarah Leangleang, (6) Kawasan Pegunungan Bulusaraung, dan (7) Kawasan Permandian Alam Leang Londrong. Dari ketujuh wisata unggulan yang dimiliki oleh TN Babul, Wisata Pattunuang merupakan fasilitas publik pariwisata alam yang berkomitmen untuk menerapkan Standar Pelayanan Masyarakat pada Fasilitas Publik (SPM-FP) Pariwisata Alam. Pengelola Wisata Pattunuang memilih paket A dalam penerapan SPM-FP. Kriteria yang harus dipenuhi dalam paket A adalah informasi dan edukasi dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Wisata Pattunuang terletak di wilayah administratif Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, objek wisata ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang-Karaenta. Berdasarkan penataan zonasi sebagaimana Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.58/IV-SET/2012 kawasan ini masuk dalam zona pemanfaatan dengan luas 102,71 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara 119,710° sampai dengan 119,727° Bujur Timur, dan antara 5,050° sampai dengan 5,067° Lintang Selatan.
Pada tahun 2016 kawasan wisata Pattunuang mulai dibenahi dan pada tahun 2019 pembangunan telah selesai dan mulai dibuka kembali untuk umum. Beberapa fasilitas publik pun mulai dimanfaatkan oleh pengunjung. Fasilitas publik merupakan fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berkumpul dan berinteraksi dalam suatu komunitas. Keberadaan fasilitas publik dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup individu. Fasilitas sarana prasarana dan objek wisata yang dibangun dan dimanfaatkan oleh pengunjung, antara lain: sanctuary tarsius, jalan trail, jembatan gantung, wisata mendaki tebing (via ferrata), penginapan di atas tebing (sky camp), camping ground, gedung pertemuan, mushola, toilet dan fasiltas publik lain yang mendukung kenyamanan wisatawan. Penambahan objek wisata ini diharapkan dapat menambah minat wisatawan untuk berkunjung ke Wisata Pattunuang (Dewi dan Hayati, 2021). Namun setelah Wisata Pattunuang dibuka selama setahun, pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung sebesar 73%. Selama dua tahun objek wisata Pattunuang terpuruk. Pada tahun 2022 jumlah pengunjung mulai naik kembali sebesar 74% (data jumlah pengunjung sampai bulan September 2022). Jadi trend wisatawan yang berkunjung di wisata Panttunuang cenderung naik setelah pandemi Covid-19 mulai mereda, sehingga keputusan pengelola Wisata Pattunuang, dalam hal ini pihak TN Babul untuk berkomitmen menerapkan SPM-FP pariwisata Alam sangatlah tepat.
Hal ini dikarenakan kunjungan wisatawan ke objek wisata alam dapat menimbulkan adanya interaksi. Interaksi tersebut tidak hanya antar pengunjung wisata alam tetapi juga dengan stakeholder yang berkepentingan. Dengan banyaknya interaksi tersebut menuntut pengelola pariwisata alam yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengelolaan kegiatan secara tepat, efektif dan effisien sehingga layanan kenyamanan yang diberikan tidak mengganggu pengunjung, namun disisi lain juga memperhatikan efisiensi dan fungsi ekosistem dan sumber daya wisata alam. Disamping itu, SPM-FP Pariwisata Alam juga dapat menjadi solusi bagi pengelola objek wisata untuk menghadapi permasalahan kualitas lingkungan, khususnya pada fasilitas publik pariwisata alam. Pada dasarnya, SPM-FP Pariwisata Alam menjadi pedoman kepada pengelola dalam memberikan layanan dengan tetap menjaga kualitas lingkungan. Keberadaan SPM-FP Pariwisata Alam tidak untuk menggantikan SNI ataupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun SPM-FP Pariwisata Alam menjadi instrumen penunjang yang dapat diterapkan pada pariwisata alam agar memerhatikan lingkungan.
SPM-FP Pariwisata alam memiliki kriteria yang harus diterapkan oleh pengelola objek wisata alam, terdiri dari kriteria generik dan spesifik. Kriteria generik meliputi substansi teknis, yaitu efisiensi pengelolaan sumber daya alam (energi, air, dan material/bahan, serta pengelolaan sampah) dan layanan sarana (informasi dan edukasi) bagi masyarakat pengguna fasilitas. Sedangkan kriteria spesifik penghijauan.
Penerapan SPM-FP ini didukung dengan adanya panduan yang membantu pengelola fasilitas publik untuk menerapkan standar tersebut. Panduan penerapan dan penilaian kesesuaian standar pelayanan masyarakat pada pos-pos fasilitas publik, mengacu pada Persetjen P.8/SETJEN/ROKUM/KUM.1/12/2017. Pengelola objek wisata dapat melakukan kegiatan identifikasi kondisi awal, monitoring penerapan, registrasi komitmen dan swadeklarasi penerapan SPM-FP Pariwisata Alam secara mandiri melalui website pusfaster (https://pusfaster.bsilhk.menlhk.go.id).
Setelah pengelola objek wisata berkomitmen menerapkan SPM-FP Pariwisata Alam, disinilah peran Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen LHK (Pusfaster) atau BPSILHK Makassar dalam hal ini pihak manajemen bersama para pejabat fungsional (Penyuluh Kehutanan, Pengendali Dampak Lingkungan dan Pengendali Ekosistem Hutan) untuk mengawal dan mendampingi pengelola Wisata Pattunuang dalam menerapkan SPM-FP. Kegiatan pendampingan ini dilakukan agar pengelola objek wisata alam dapat menerapkan semua kriteria generik dan spesifik yang ada dalam SPM-FP Pariwisata Alam, sesuai komitmen pengelola objek wisata alam untuk memberikan kenyamanan berwisata bagi para pengunjung. Kegiatan pendampingan ini dilakukan melalui pendampingan pembuatan informasi dan panduan serta penempatannya, yang sesuai kriteria SPM-FP di Wisata Pattunuang. Selain itu pengelola juga didampingi untuk mengisi borang monitoring penerapan SPM-FP Pariwisata Alam sebagai syarat kelengkapan registrasi komitmen. Dengan adanya kegiatan pendampingan ini diharapkan pihak pengelola objek Wisata Pattunuang nantinya dapat mendeklarasikan dirinya sebagai wisata alam yang ramah lingkungan, satu tahun setelah pengelola melakukan registrasi komitmen. **
Daftar Pustaka
Dewi, I.N. & Hayati, N. (2021). Upaya Peningkatan Jumlah Pengunjung Ekowisata Seven Wonders Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Melalui Paket Wisata. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 10(2), 165-176.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.90/MENLHK/SETJEN/SET.1/11/2016 tentang Standar Pelayanan Masyarakat pada Pos-pos Fasilitas Publik dalam Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Standar Pelayanan Masyarakat pada Fasilitas Publik Pariwisata Alam. Jakarta. Badan Standardisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). Peraturan Sekretaris Jenderal kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.8/SETJEN/ROKUM/ KUM.1/12/2017 tentang Penerapan dan Penilaian Kesesuaian Standar Pelayanan Masyarakat pada Pospos Fasilitas Publik.
TN Babul. (2016). Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam Kawasan Pattunuang Asue Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.
Penulis
Nur Hayati (Penyuluh Kehutanan Ahli Madya BPSILHK Makassar)
Ramdana Sari (Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Pertama BPSILHK Makassar)