BPSILHK Makassar

Melestarikan Mangrove dan Meningkatkan Penghasilan Masyarakat dengan Pengaplikasian Wanamina

Wanamina
Sumber Gambar (antarafoto.com)

BP2LHK Makassar – Wanamina merupakan suatu pola agroforestri yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove yang dapat memelihara ikan dan udang jenis komersial lainnya guna menambah penghasilan masyarakat daerah pesisir.

Pada dasarnya wanamina adalah perlindungan tanaman mangrove dengan memberikan hasil dalam sektor perikanan. Pola pendekatan teknis yang terdiri dari kegiatan terpadu ini mencakup kegiatan budidaya ikan atau udang dengan penanaman, pengelolaan dan pemeliharaan tanaman mangrove dalam upaya melestarikan hutan mangrove.

Melalui sistem wanamina  – disebut juga dengan Silvofishery –   diharapkan mampu menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan mangrove. Menurut Sualia dan Suryadiputra, (2010) penanaman/pemeliharaan mangrove dapat meningkatkan daya dukung (carrying capacity) tambak, sehingga mampu menjaga kualitas air dan menopang kehidupan komoditas yang dibudidayakan. Primavera (2000) menyebutkan bahwa wanamina bertujuan untuk mengoptimalkan keuntungan seiring dengan upaya konservasi.

Perlindungan terhadap kawasan mangrove ini dilakukan dengan cara membuat tambak yang berbentuk saluran yang keduanya mampu bersimbiosis sehingga diperoleh keuntungan ekologis dan ekonomis – memperoleh penghasilan tambahan dari hasil pemeliharaan ikan di tambak.

Mardiyati (2004) menunjukkan bahwa budidaya tambak dengan sistem wanamina memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tambak biasa. Pemaduan vegetasi mangrove dalam pertambakan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap usaha budidaya udang. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada tambak tanpa mangrove.

“Dengan sistem wanamina, aspek ekonomi masyarakat dapat terpenuhi dari kegiatan budidaya ikan dan udang dalam tambak, sedangkan aspek perlindungan pantai dan konservasi bakau dilakukan dengan tetap menjaga bakau-bakau di pematang tambak dan bagian luar dari tambak” jelas Rini Purwanti peneliti BP2LHK Makassar

Di Kabupaten Takalar, tambak masyarakat banyak yang berada di daerah pesisir sehingga sangat rentan terjadi abrasi sehingga penerapan wanamina sangat tepat dilakukan di daerah ini dengan memanfaatkan sistem perakaran mangrove yang dapat menahan laju gelombang air laut.

Tetapi masyarakat di sana belum menerapkannya karena kurangnya pemahaman tentang manfaat wanamina ini juga adanya ketakutan terhadap daun mangrove yang jatuh ke tambak akan menyebabkan tambak menjadi kotor sehingga meracuni ikan dan udang yang telah dibudidayakan oleh masyarakat.

Masyarakat tidak mengetahui bahwa luruhan daun mangrove ini merupakan sumber bahan organik yang penting dalam rantai pakan (food chain). Kesuburan perairan sekitar kawasan mangrove kuncinya terletak pada masukan bahan organic yang berasal dari luruhan guguran daun ini (Muharram, 2014).

Pengembangan wanamina di Kabupaten Takalar dapat dijumpai di Pulau Tanakeke Kecamatan Mappakasunggu, Desa Laikang Kecamatan Mangarabombang, dan Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong. Model wanamina yang digunakan adalah dengan menanami tanggul tambak bagian luar saja yang paling dekat dengan pantai sedangkan tanggul tambak bagian dalam tidak ditanami mangrove.

Masyarakat masih belum banyak menerapkannya, oleh sebab itu perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat dan keuntungan penerapan wanamina ini. ***(IKI)

Sumber:

Info Teknis Eboni Vol.2, Desember 2018: 121-133

Oleh Rini Purwanti.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top