BP2LHK Makassar (Kajang, 08/08/2016)_Berkaitan dengan rencana pemerintah yang akan menetapkan hutan di wilayah adat Ammatoa Kajang sebagai hutan adat, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar datang dan melihat langsung Hutan Adat Masyarakat Kajang di Kab. Bulukumba, Senin (08/08).
“Administrasi penetapan hutan adat kajang sudah masuk di Kementerian LHK sejak Tahun 2015 dan sudah selesai, kedatangan kami kesini ingin melihat langsung keadaan hutan adat sebelum kami laporkan ke Bapak Presiden,” kata Siti Nurbaya.
Sebelum berdialog dengan masyarakat, Menteri LHK memyempatkan diri melihat keaslian Hutan Adat Kajang yang jika disahkan menjadi hutan adat akan menjadi yang pertama di Indonesia.
Menteri LHK kemudian menuju ke Rumah Pertemuan untuk bertemu dengan Ammatoa, pemangku adat, masyarakat Kajang dan beberapa pihak yang terkait di dalam Kawasan Hutan Adat Kajang untuk membahas tentang kelanjutan setelah terbitnya perda no 9 tahun 2015.
Dalam pertemuan ini, Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto mengatakan bahwa prinsip kesederhanaan yang dianut oleh masyarakat adat kajang yaitu “kamase masea”. Falsafah hidup masyarakat Kajang yaitu bumi adalah ibu kita, maka perlu dijaga dan dihormati. Hal itulah yang menyebabkan hutan selalu terjaga kelestariannya.
“Perda ini telah melalui tahap proses yang sangat panjang dimulai dari tahun 2011 sampai tahun 2015 baru selesai penetapannya. Hutan adat kajang ini seluas 313,99 hektar dengan wilayah luasan jelajah nya yaitu 22.938 hektar,” tambah Tomi.
Karaeng Kajang Labbiria “Andi Buyung” selaku Camat Kajang mengungkapkan bahwa pengelolaan hutan di masyarakat hutan adat kajang sudah sejak lama menerapkan hukum tersendiri yang terdiri dari 4 bagian yaitu hubungan manusia dengan Tuhan; hubungan manusia dengan pemerintah; hubungan manusia dengan alam; dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Setiap bagian terdiri dari beberapa pasal yang mengatur, seperti ada 83 pasal yang mengatur tentang hubungan manusia dengan alam, termasuk tentang sanksi dan pelanggaran.
Terkait pelanggaran, Buyung menambahkan, ada tiga sanksi yang diberlakukan, yaitu cappa babbala (sanksi ringan), tanga’ babbala (sanksi sedang) dan poko’ babbala (sanksi berat). Denda sanksi ringan dan sedang berupa denda uang riyal dengan kisaran sebesar 5 – 12 juta rupiah, tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan. Sedangkan sanksi berat yaitu keluar dari hutan adat kajang, diusir bersama seluruh turunan keluarganya.
“Adapun jenis pelanggaran berat yaitu menebang kayu tanpa ijin, meretas rotan tanpa ijin, membakar lebah serta mengambil ikan-ikan dan sejenisnya di sungai,” ujarnya.
Menurut Ammatoa, selaku pucuk pimpinan masyarakat hutan adat menganggap hutan sebagai dirinya sendiri, jika engkau merusak hutan maka engkau telah merusak diri sendiri.
“Jika ada masyarakat hutan adat yang miskin, maka Ammatoa ini yang paling miskin dan jika dalam hal kekayaan, maka Ammatoa yang akan menjadi terakhir kaya,” tambahnya.
Tomy Satria, Andi Buyung, Ammatoa dan Masyarakat Adat Kajang sangat berharap kepada Menteri LHK agar membantu dalam terbitnya penetapan Surat Keputusan yang mengatur tentang masyarakat hutan adat kajang dan akan menjadi pegangan, legalitas dan payung hukum dalam kehidupan masyarakat adat hutan kajang.
Menanggapi hal itu, Menteri LHK menyatakan akan mengusulkan ke Presiden Jokowi untuk melihat langsung hutan adat kajang dan sangat berterima kasih kepada para aktifis lingkungan, aman, huma, pemerintah kab. Bulukumba dan berbagai pihak atas kerja kerasnya dalam terbitnya perda yang mengatur tentang hutan adat masyarakat kajang serta mohon pendampingannya secara terus menerus dalam mengawal hingga terbitnya SK Penetapan dari Presiden RI.
“Momen ini bertepatan dengan hari Hutan Adat sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Agustus. Hasil ini akan membawa perubahan dimana Kajang selaku pioner dalam pembentukan dan pengakuan secara hukum tentang hutan adat masyarakat dan akan mempengaruhi ke hutan adat masyarakat lain yang ada di Indonesia,” jelasnya.
Siti Nurbaya mengaku sangat terkesan dengan filosofi yang dianut oleh masyarakat adat kajang, yaitu setiap tapak yang kita injak mempunyai ruh. Hal ini sangat terkait bagaimana masyarakat hutan adat kajang bisa hidup dengan baik di tempatnya dengan caranya. Ini juga dapat terlihat dimana menyatunya administrasi dengan kelestarian wilayah.
Menteri LHK menghimbau kepada masyarakat adat hutan kajang agar bersabar, karena Kementerian LHK dan jajarannya bekerja sama dengan aktifis sedang dalam proses untuk meyakinkan kepada Presiden RI dalam penetapan SK yang mengatur tentang Hutan Adat Masyarakat Kajang.
“Sekiranya pada tanggal 15 Agustus nanti, saya akan melaporkan ke Bapak Presiden RI terkait hasil kunjungan ke Hutan Adat Masyarakat Kajang pada hari ini”, jelasnya.
Sebelum meninggalkan lokasi hutan adat, Siti Nurbaya menyatakan bahwa struktur dan tatanan di hutan adat masyarakat kajang sangat bagus dan tertata rapi, sehingga dapat dipetik dan dijadikan bahan sebagai pengaturan dalam penetapan hutan adat di seluruh Indonesia.***Ade Suryaman