BP2LHK Makassar – Pelestarian bambu sangat penting, sebab sebagai salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), bambu memiliki banyak manfaat. Bambu memiliki serat kuat yang dapat mengimbangi kekuatan kayu dari hutan. Kegunaannya istimewa yakni dapat meredam suara maupun polusi lingkungan karena menyerap nitrogen dan Karbon dioksida (CO)2 dalam jumlah tinggi.
Bambu dapat bertumbuh lebih cepat. Dalam 5 tahun sudah dapat dipanen. Selain sebagai penghasil batang juga penghasil bahan pangan yakni rebung. Di negara-negara Asia seperti Jepang, Taiwan dan China, rebung sangat digemari dan telah diekspor ke Amerika dan Eropa.
Seperti diketahui, salah satu daerah yang dikenal potensial bertumbuhnya bambu adalah di Toraja. Pada dua wilayah yakni Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara yang berada pada ketinggian di atas 800 mdpl, terdapat 6 jenis bambu lokal. Jumlah ini termasuk yang terbanyak di antara Kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Toraja menjadi salah satu pusat bambu di Sulawesi Selatan.
Namun, ancaman serius menghantui pelestarian bambu di Toraja. Laju pertumbuhan dan penggunaan yang tidak seimbang jadi pemicu utama. Di samping belum adanya model-model pelestarian berkelanjutan dalam masyarakat.
Lestarinya tanaman bambu di Toraja, selama ini karena memang menjadi bahan utama dalam perjalanan kehidupan dan budaya masyarakat Toraja. Bambu sudah menjadi budaya masyarakat Toraja. Sayangnya, peneliti menemukan adanya ancaman degradasi pelestarian bambu di Toraja yang bakal mengancam eksistensi tanaman satu ini.
Peneliti dari Litbang LHK Makassar, Ir. Merryana Kiding Allo, menyebutkan, bambu di Tana Toraja tetap eksis karena sudah menjadi budaya. Sayangnya, kata Merry, bambu sekarang yang ada itu merupakan warisan. Bukan hasil tanam generasi sekarang, sehingga di Toraja sebagian rumah Tongkonan secara perlahan itu kondisi bambunya sudah mulai tereduksi oleh massifnya penggunaannya.
Sementara laju penggunaan tidak sesuai dengan laju pertumbuhan setiap tahunnya. Riset Merryana Kiding Allo bersama rekannya menjumpai, satu rumpun bambu setiap tahunnya di Toraja hanya mampu memproduksi 16 (enam belas) batang.
“Bambu yang berumur 19-25 tahun maksimal hanya mampu tumbuh 16 batang saja. Bisa kita bayangkan pada suatu waktu Toraja akan menggunakan bambu dari luar. Sementara di Toraja sendiri sebenarnya bisa membudidayakannya.” Jelas Merry, Rabu 4 Maret 2020.
“Padahal, manfaat bambu itu banyak. Mulai dari akar sampai daun berfungsi seluruhnya. Bukan hanya sebagai peredam suara, pereduksi polutan, ada banyak lagi manfaatnya,” jelasnya.
Pantauan Merry juga menemukan bahwa ada tanda-tanda berkurangnya lahan bagi kelestarian bambu di Toraja. Diantaranya karena adanya pembangunan bandara.
Padahal, kata Merry, dengan berkebun bambu sebenarnya bisa meningkatkan pendapatan keluarga. Karena harga rebung saat ini sudah mahal di pasaran. Selama ini pemanfaatan rebung semata-mata hanya sebagai konsumsi keluarga atau lokal saja.
“Rebung itu sebagai bahan pangan ramah lingkungan sehingga kami sebisanya tidak menggunakan bahan kimia di dalam pertumbuhan,” kata Merry.
Menurut Merry, dalam satu rumpun, rebung tumbuh sampai 36. Ini tidak mutlak menjadi batang semua. Jadi yang tidak diharapkan menjadi batang, dipanen untuk dikonsumsi.
“Sebenarnya masyarakat bisa melihat. Masyarakat sudah tahu mana rebung yang dapat di konsumsi dan mana yang tidak bisa. Karena ini tanaman warisan dari nenek moyang mereka. Beracun tidaknya itu tergantung dari komposisi sianida di dalam rebung itu,” jelas Merry.
“Bambu akan meningkat nilainya setelah masyarakat mengetahui lebih jauh tentang bagaimana manfaatnya. Sejauh ini ini bambu bisa dipakai untuk konstruksi, makanan, meubel bahkan pakaian,” Merry berseloroh. Pengalaman Merry saat berkunjung di salah satu shop di China, di sana bambu sudah diolah sebagai pakaian dalam. “Bambu diolah jadi makanan. bahkan arang bambunya dimanfaakan sebagai obat yang berfungsi sebagai penyerap racun,” tuturnya.
Sumber : klikhijau.com
Editor : Taufiq