BP2LHK Makassar (Makassar,25/04/2017)_ Beberapa aktivitas telah dilakukan dalam rangka mendukung program penanaman 10 juta rumpun bambu di Sulawesi Selatan. Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar turut mendukung program ini dengan konstribusi antara lain adalah menyampaikan hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, memberikan bimbingan teknis budidaya, menyiapkan berbagai jenis bibit tanaman bambu lokal.
Selain itu Kepala Balai, Ir. Misto, MP dan peneliti BP2LHK Makassar antara lain Ir. Merryana K. Allo, MP, Hasnawir, S.Hut, M.Sc., Ph.D, Drs. Bugi Kabul Sumirat terlibat dalam beberapa kegiatan dalam rangka mendesain program penanaman 10 juta rumpun bambu di Sulawesi Selatan. Salah satu keterlibatan baru-baru ini adalah ikut berkonstribusi dalam rapat koordinasi pengembangan bambu di Provinsi Sulawesi Selatan, melalui mekanisme 1000 Desa Bambu “Industri Bambu Rakyat”.
Rapat koordinasi ini dilaksanakan di Makassar pada tanggal 12-13 April 2017 kerjasama antara Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi Maluku. Didukung oleh ITTO Bamboo Project-Kemitraan-Yayasan Bambu Lestari-UPT-UPT Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Rapat koordinasi ini bertujuan untuk melakukan koordinasi antar para pihak yang bergerak dalam bidang pengembangan bambu dan pemanfaatannya. Selain itu bertujuan untuk berbagi informasi dan menyusun rencana kerjasama dan melakukan sinergi program pengembangan bambu di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tanaman bambu merupakan salah satu jenis tanaman endemik di Sulawesi Selatan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bambu digunakan dalam berbagai keperluan masyarakat antara lain: kontruksi, peralatan rumah tangga dan kelengkapan ritual budaya. Masyarakat di Sulawesi Selatan pada umumnya membudidayakan bambu melalui bibit dari akar atau stek batang. Teknik pembibitan ini cukup sederhana dan mudah dilakukan, namun teknik ini sulit menghasilkan bibit dalam volume yang besar. Perkembangan teknologi pembuatan bibit sudah dikembangkan diantaranya dengan teknologi tissue culture (kultur jaringan). Teknologi ini dapat memproduksi bibit dalam jumlah yang besar.
Secara ekologis, tanaman bambu dengan perakaran yang rapat sangat baik untuk konservasi tanah dan air, rehabilitasi lahan, menyimpan air, penghasil oksigen yang tinggi, penyerap karbon dioksida dan memiliki nilai estetika yang tinggi.
Berbagai manfaat dan keunggulan dari tanaman bambu inilah Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Menteri LHK pada bulan September 2016 di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, mencanangkan penanaman 10 juta rumpun bambu di Sulawesi Selatan, dan 100 juta rumpun bambu di seluruh Indonesia. Program penananam bambu ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kemanfaatan dari tanaman bambu.***(Hasnawir)