BPSILHK Makassar

Interaksi Langsung antara Peneliti dengan Pengguna (users) melalui Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan

Pada hari kamis tanggal 28 Juni 2012, bertempat di Hotel Swiss Bell Panakukang Makassar, telah dilangsungkan acara ekspose hasil-hasil penelitian. Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Litbang Kehutanan yang didampingi oleh Kepala Puslit Konservasi dan Rehabilitasi, Kepala Dinas Kehutanan Prop. Sulawesi Selatan dan Kepala BPK Makassar, dihadiri oleh + 100 orang peserta yang terdiri dari ; Puslitbang Kemenhut (Puskonser & Pusprohut), Balitbangda, Dinas kehutanan propinsi (Dishut Sul-Sel, Dishut Sulbar dan Dishut Sulteng) dan Beberapa Dishutbut kabupaten Lingkup Propinsi Sul-Sel,  LSM (Mangrove Action Project, Sulawesi Community Foundation),  UPT lingkup Dep Kehutanan yang terkait, BUMN (Inhutani I), Perusahan Tambang (PT.Semen Tonasa, PT. Semen Bosowa), Kelompok Tani Gaharu (Kab.Bulukumba dan Kab. Soppeng), Badan Koordinasi Penyuluh Sul-Sel, beberapa Universitas (Unhas dan Unismuh) dan masmedia (TVRI dan Harian Fajar) dll.

Penyelenggaraan ekspose ini merupakan salah satu media atau sarana desiminasi hasil-hasil penelitian dengan berbagai pihak (stakeholders) yang pada tahun ini mengusung tema “ Peran IPTEK dalam Pembangunan Kehutanan dan Kesejahteraan Masyarakat di Wilayah Wallacea”.

Kepala Badan Litbang Kehutanan Dr. R. Iman Santoso, dalam arahannya menyampaikan bahwa Kegiatan ekspose ini sangat berarti dan strategis karena pada saat ini Kementerian Kehutanan sedang giat-giatnya mendorong terlaksananya pengelolaan kawasan hutan secara lestari melalui konservasi dan rehabilitasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara berkeadilan.

Selain dari itu manfaat yang bisa diperoleh dalam pelaksanaan ekspose ini adalah terjadinya interaksi langsung antara para peneliti dengan para pengguna (users) sehingga memungkinkan diperoleh umpan balik sehingga dapat disempurnakan dan ditingkatkan kedepan. Selain itu acara ini juga menjadi wahana yang efektif untuk koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sebagai basis terbangunnya sinergi tiga pilar antara pemerintah – pengusaha – masyarakat/pengguna, lanjut iman dalam arahannya pada acara ekspose tersebut.

Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Kehutanan dalam sambutannya, atas nama pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menyampaikan selamat datang di Makassar kepada peserta ekspose yang berasal dari luar Makassar, harapannya kepada peserta bisa senang dan memberi kesan yang baik selama berada di Makassar.

Kalau kita memperhatikan pembangunan di negara-negara yang telah maju dimana setiap kebijakan/keputusan yang diambil oleh pemerintah maupun lembaga/instansi non pemerintah (industry, pengelolaan lingkungan, dll.). Senantiasa didasarkan pada hasil-hasil kajian/penelitian yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya. Oleh karena itu sangat tepat dilaksanakannya kegiatan ekspose ini, sebagai media untuk mempublikasikan hasil-hasil penelitian kepada para pengguna. tegas kadishut dalam sambutannya tersebut.

Kepala BPK Makassar sebagai penanggungjawab kegiatan ini menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kehutanan yang dilaksanakan, diantaranya;

Dalam pelaksanaan ekspose ini akan dipresentasikan 8 (delapan) makalah hasil-hasil penelitian, yaitu 5 (lima) makalah dari internal BPK Makassar dan 3 (tiga) malakah dari eksternal BPK Makassar, yaitu 1 (satu) makalah dari UNHAS yang akan disampaikan oleh Dr. Ir. Usman Arsyad, MS;         1 (satu) makalah dari LSM MAP yang akan disampaikan oleh Mr. Benyamin Brown dan 1 (satu) makalah dari BPTHHBK yang akan disampaikan oleh Ir. Sentot Adisasmuko.

Delapan makalah yang akan dipresentasikan adalah :

  1. Peningkatan Modal Sosial Kelompok Tani Hutan yang Berkelanjutan
  2. Produksi Nira Bipah dan Diversifikasi Pemanfaatannya sebagai Bahan Baku Pengolahan Produk Nata Fruticans dan Pengembang Adonan Roti
  3. Inovasi Teknologi Rekayasa Produksi Gaharu
  4. Konservasi Ex Situ dalam rangka Pelestarian Eboni (Diospyros celebica Bakh)
  5. Community Based Ecological Mangrove Rehabilitation and Subsequ Community Based Ecological Mangrove Rehabilitation and Subsequent Development of Adaptive Collaborative Mangrove Ecosystem Management
  6. Biodiversitas Mangrove; Pemanfaatan Keanekaragaman Mangrove dalam rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Jenis-Jenis Mangrove
  7. Kajian Erosi  Pada Empat Kelas Kemiringan Lereng Dalam Rangka Penetapan Klasifikasi Lereng Yang Baru
  8. Optimalisasi Luas Hutan Terhadap tata Air (Karakteristik Biofisik DAS Kelara, Sulawesi Selatan.

Pada akhir seminar akan dilaksanakan perumusan hasil ekspose. Hasil pelaksanaan ekspose dilanjutkan dengan pembuatan prosiding.

Rumusan ekspose BPK Makassar 2012

Setelah memperhatikan pengarahan Kepala Badan Litbang Kehutanan, sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan,  pendapat dan diskusi para pemakalah dengan para peserta dalam sidang-sidang pleno, dihasilkan beberapa rumusan sebagai berikut:

  1. Kegiatan penelitian di daerah selama ini lebih banyak mengakomodir program nasional Kementerian Kehutanan dan kurang menggarap permasalahan kehutanan yang sifatnya spesipik lokal, oleh karena itu keberadaan Balai Penelitian Kehutanan Makassar diharapkan dapat memberikan solusi pada permasalahan kehutanan daerah. Oleh karena itu proses konsultasi dan komunikasi dengan stakeholder di daerah perlu terus ditingkatkan berdasarkan kebutuhan penelitian (research questions) yang tepat.
  2. Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan telah mangamanatkan bahwa dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, pelibatan masyarakat dalam setiap program pembangunan kehutanan merupakan salah satu strategi Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan hutan untuk mencapai kelestriannya  baik dalam bentuk koperasi maupun bentuk Kelompok Tani Hutan. Namun banyak program tidak berkelanjutan setelah proyek selesai disebabkan masih lemahnya modal social (social capital) yang dimiliki dan kurangnya dukungan khususnya pemerintah setempat. Oleh karena itu sangat diperlukan peningkatan modal social pada kelompok masyarakat yang dilibatkan agar dapat berfungsi secara berkelanjutan untuk tetap berfungsi memelihara hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Selain mereka diposisikan sebagai subjek juga perlu diberi bukti.  Faktor modal social antara lain: partisipasi, rasa percaya (trust), kemitraan (Partnership), pembelajaran(learning), kepemimpinan (leadership), dan membangun usaha-usaha komersial kelompok tidak hanya terbatas di bidang kehutanan.
  3. Hutan nipah (Nypa fruticans Wurmb) merupakan sub-ekosistem dari ekosistem hutan payau, tumbuh pada wilayah pasang surut termasuk di wilayah Wallaceae. Pemanfaatan hutan Nipah masih kurang terhadap kesejahteraan masyarakat, karena terbatas hanya sebagai bahan minuman atau cuka. Nira nipah memiliki potensi dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan berbagai produk, diantaranya produk nata yang dapat dihasilkan melalui proses fermentasi dengan rendemen rata-rata 86,05%. Nira nipah juga adalah media yang subur untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti sel-sel khamir dari genus Saccharomyces.  Walaupun masih perlu kajian skala komersialisasi dan pemurnian lebih lanjut, nira nipah  memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan pengembang adonan roti.
  4. Jenis-jenis pohon penghasil gaharu mempunyai potensi pasar sangat luas dan masih sulit digantikan oleh jenis lain. Walaupun di wilayah Wallacea teknologi produksi gaharu masih menjadi kendala besar, di beberapa tempat di Indonesia telah dikenal beberapa teknik inokulasi pohon gaharu baik teknik tradisional maupun teknik-teknik lain yang dikembangkan oleh beberapa pembudidaya gaharu. Untuk mendapatkan hasil gaharu yang optimal, salah satu inovasi teknologi inokulasi Simpori telah diujicobakan pada pohon gaharu budidaya berdiameter 12-15 cm di Pulau Lombok. Meskipun teknologi simpori masih terus dikembangkan karena dipengaruhi variasi faktor tanaman dan iklim, hasil penelitian menunjukkan indikasi pembentukan gubal gaharu relatif lebih cepat. Teknologi simpori dalam inokulasi pohon gaharu merupakan salah satu inovasi terbaik dalam 103 inovasi Indonesia tahun 2011 Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia.
  5. Jenis pohon eboni (Diospyros celebica Bakh) merupakan salah satu jenis endemik sebagai sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem di wilayah  Wallacea. Tumbuh pada habitat alami yang spesifik, peka terhadap perubahan dan memiliki sebaran tempat tumbuh yang terbatas, seperti di hutan-hutan Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah. Eksploitasi kayu eboni umumnya masih berasal dari habitat alaminya, karena daur eboni sangat panjang (> 100 tahun) sehingga belum ada hutan tanaman dan apabila terus dipanen akan terancam punah. Selain itu adanya perubahan sistem fenologi dan tingkat ketahanan hidup rendah menyebabkan eboni termasuk kategori terancam (vurnerable). Upaya konservasi untuk penyelamatan eboni baik kelesatarian maupun keseimbangan ekosistemnya sangat mendesak untuk dilaksanakan, antara lain konservasi eksitu dengan membangun kebun-kebun eboni, kebun raya, kebun benih, kebun konservasi genetic, pengembangan teknik perbanyakan secara invitro, hutan kota, tanaman pekarangan, sebagai pohon peneduh jalan.
  6. Ekosistem mangrove mempunyai peran yang penting baik secara fisik, ekologi maupun ekonomi terhadap masyarakat namun kondisi sekarang khususnya di wilayah Wallacea telah mengalami kerusakan dan memerlukan rehabilitasi agar berfungsi kembali. Keanekaragaman mangrove merupakan kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan rehabilitasi kawasan mangrove. Pemanfaatan keanekaragaman jenis mangrove dalam kegiatan rehabilitasi/pemulihan hutan mangrove merupakan suatu tindakan pelestarian jenis yang semakin terancam dengan semakin rusaknya kawasan hutan mangrove. Diharapkan studi jenis-jenis mangrove perlu ditingkatkan untuk program rehabilitasi hutan mangrove.
  7. Pada umumnya kegagalan pemulihan hutan mangrove yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak karena kurang memperhatikan faktor hidrologi dari ekosistem lokasi tempat pemulihan. Berdasarkan informasi dan pengalaman keberhasilan di beberapa tempat maka untuk memulihkan hutan mangrove diperlukan 6 prinsip yang perlu diperhatikan yaitu harus memahami otekologi jenis (outecology) maupun ekosistem lokasi mangrove itu sendiri, mengerti pola hidrologi, memahami sifat-sifat perkembangan jenis-jenis pohon mangrove, memilih situs dan tapak yang layak untuk direhabilitasi, menyusun rencana kerjasama dengan semua pihak, dan melakukan penanaman pada lokasi yang sulit mendapat sebaran alam.
  8. Pengentasan masalah hutan mangrove seyogianya tidak hanya ditangani oleh instansi kehutanan tetapi melibatkan instansi terkait dan masyarakat (multistakehoders).
  9. Berdasarkan nilai besaran hasil kajian erosi yang diperoleh pada setiap kelas kemiringan lereng pada wilayah DAS Jeneberang ternyata sangat dimungkinkan untuk melakukan penyempurnaan terhadap klassifikasi kemiringan lereng yang digunakan selama ini khususnya di bidang kehutanan dan pengelolaan DAS. Untuk mendapat hasil analisis data yang lebih akurat dalam merencanakan maupun melakukan pemulihan DAS diharapkan penyempurnaan kajian-kajian aspek pendukung lainnya.
  10. Penelitian karakteristik biofisik DAS terkait optimalisasi luas hutan terhadap tata air di DAS Kelara, Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa karakteristik biofisik termasuk jenis tanah, geologi, elevasi, kelerengan, iklim serta sistem pengelolaan yang digunakan, mempengaruhi tata air dalam DAS Kelara. Secara signifikan ditunjukkan bahwa iklim (curah hujan) mampu meningkatkan hasil air sebesar 300% dari musim kemarau ke musim hujan. Ketersediaan air saat ini pada DAS Kelara untuk kebutuhan masyarakat masih mencukupi, namun mungkin akan menjadi masalah seiring perkembangan dan pertambahan penduduk pada masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan dukungan dari parapihak untuk meningkatkan dan melindungi daya-dukung DAS Kelara sehingga dapat berfungsi sebagai sumber air secara lestari/berkelanjutan.
  11. Masih banyak permasalahan di masyarakat yang masih memerlukan hasil litbang untuk pengembangannya, contohnya: sutera alam, nyamplung, gula merah, hama penyakit mahoni. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Rencana penelitian (Roadmap) pada Badan Litbang Kehutanan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah khususnya di wilayah Wallacea.

Tim Perumus :

  1. Ir M.Kudeng Sallata, MSc.
  2. Ir. Agustinus Tampubolon, MSc.
  3. Ir. Achmad Rizal HB, MT
  4. Nurhaedah, SP.,MSi
  5. Retno Prayudyaningsih, S.Si, MSc.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top