Gambar 1. Ruang Mesin Turbin PLTMH Bonto Salama, Kab. Sinjai
Kebutuhan listrik di wilayah Sulawesi bagian Selatan yang semakin tinggi membuat PT. PLN (Persero) berencana menambah produksi listrik sebesar 1.488 MW sampai Tahun 2030 mendatang. Kapasitas listrik di Sulawesi saat ini mencapai sekitar 3.215 MW, di mana jumlah tersebut belum mampu memenuhi semua permintaan listrik, terutama dari industri. Oleh karena itu, PLN terus berusaha mendorong terciptanya sumber listrik baru untuk memacu pertumbuhan industri yang lebih luas lagi. Target tersebut akan didorong dengan membuka peluang investasi bagi siapapun yang ingin membangun pembangkit listrik di wilayah ini. Catatannya, sebagian besar listrik yang dihasilkan atau 91,9 persen dari total target tersebut harus berasal dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) merupakan solusi yang efisien untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan dengan potensi sumber daya air[S1] [A2] . PLTMH umumnya memiliki kapasitas antara 1 MW hingga 10 MW dan menggunakan prinsip kerja yang sederhana, yaitu memanfaatkan energi dari aliran air sungai untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik.
PLTMH biasanya dibangun dengan skema run-off river, dimana air sungai dialihkan melalui saluran dan pipa pesat (penstock) untuk menggerakkan turbin. Setelah melewati turbin, air akan kembali ke sungai tanpa perlu membangun bendungan besar, sehingga lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Proses ini memungkinkan pemanfaatan potensi energi air secara optimal dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik tenaga air skala besar.
Pembangunan PLTMH yang merupakan kegiatan/usaha berbasis resiko tentu saja dapat melahirkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup[S1] [A2] seperti mengubah ekosistem lokal termasuk mengganggu habitat alami dan mempengaruhi flora fauna di sekitar aliran sungai. Dampak yang ditimbulkan tersebut harus dikendalikan untuk memastikan kegiatan/usaha yang dijalankan menjamin kesinambungan ketersediaan sumber daya dan justru tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan adanya standar dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan di sekitar lokasi pembangunan PLTMH.
Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) menyusun Standar Khusus Formulir UKL-UPL untuk usaha dan/atau kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Skala Kecil (Minihidro) s/d Skala Menengah (PLTMH/PLTASM) yang dimaksudkan untuk memberi arahan bagi para pelaku usaha/kegiatan dalam menyusun dokumen lingkungannya secara mandiri. Selain itu, standar tersebut dapat menjadi panduan bagi pelaku usaha/kegiatan dalam melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul.
Dalam upaya mendukung implementasi standar tersebut di atas, BSILHK menerbitkan Sertifikat Layak Uji Terap Standar Khusus (SALTRA) No. 98/SALTRA/KLH/6/2024 yang menjadi dasar Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Makassar untuk melakukan uji terap standar. Kegiatan uji terap terhadap standar khusus tersebut bertujuan untuk mendapatkan input bagi rekomendasi tindakan korektif dan identifikasi prakondisi/kondisi pemungkin (enabling conditions) terhadap standar sehingga Standar Khusus UKL-UPL Standar Spesifik Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Skala Kecil (Minihidro) s/d Skala Menengah (PLTMH/PLTASM) ini nantinya dapat diterapkan dengan baik oleh pelaku usaha/kegiatan. Kegiatan uji terap standar khusus ini dilakukan terhadap 4 entitas yaitu 1 entitas di Kab. Sinjai, 1 entitas di Kab. Gowa dan 2 entitas di Kab. Bantaeng.
Hasil pencermatan dokumen UKL-UPL pelaku usaha/kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Skala Kecil (Minihidro) s/d Skala Menengah (PLTMH/PLTASM) menunjukkan adanya perbedaan outline dengan form UKL-UPL yang disusun oleh BSILHK. Namun secara garis besar data dan informasi penting yang dibutuhkan dalam dokumen UKL-UPL yang disusun oleh pelaku usaha/kegiatan pada umumnya sudah termuat dalam standar. Perbedaan mendasar dan jelas terlihat pada bagian uraian skala/besaran usaha/kegiatan dimana dalam dokumen standar BSILHK terurai lebih detail dibandingkan dokumen pelaku usaha/kegiatan, sehingga pembahasan pada dokumen standar BSI lebih lengkap.
Hasil pelaksanaan uji terap menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian dokumen pelaku usaha dengan formulir standar cukup tinggi, sehingga Standar Khusus UKL-UPL Standar Spesifik Pembangunan PLTMH/PLTASM yang disusun BSILHK dapat ditetapkan meskipun dengan beberapa tindakan korektif yang sifatnya minor. Hal ini juga ditunjang oleh kesanggupan pelaku usaha/kegiatan untuk menerapkan standar tersebut. Namun demikian poin pengelolaan yang biasanya menjadi kendala dalam penerapannya adalah pengujian kualitas lingkungan, yang disebabkan oleh serangkaian izin dan waktu yang lama. Terkadang, hasil pengujian menunjukkan bahwa kegiatan tersebut memiliki dampak negatif, yang dapat menimbulkan penolakan dari masyarakat lokal, terutama jika mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan.
Pelaku usaha/kegiatan mengapresiasi kehadiran formulir standar UKL-UPL Spesifik Pembangunan PLTMH/PLTASM karena dapat meminimalkan biaya penyusunan dokumen lingkungan karena dapat dibuat secara mandiri. Selain itu, kehadiran formulir standar ini dapat membantu pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam melakukan pemeriksanaan dokumen UKL-UPL dan mempercepat proses pembahasan dokumen UKL-UPL. Hal ini disebabkan karena informasi yang diperlukan sudah dicantumkan dalam formulir standar UKL-UPL. DLH hanya fokus menyesuaikan antara formulir Standar dengan dokumen yang dibuat oleh pelaku usaha/ kegiatan..
Formulir Standar UKL-UPL Spesifik Pembangunan PLTMH/PLTASM merupakan salah satu dari 55 standar yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk menyebarluaskan informasi dan meningkatkan pemahaman pelaku usaha terkait formulir standar ini maka perlu dilakukan sosialisasi. Selain itu, peningkatan pengawasan serta penyiapan sistem yang dapat meningkatkan kepatuhan pelaku usaha/kegiatan dalam melakukan pelaporan kegiatan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan secara mandiri perlu terus dilakukan.
Formulir Standar UKL-UPL Spesifik Pembangunan PLTMH/PLTASM dapat dilihat pada link https://makassar.bsilhk.menlhk.go.id/nspk/
Penulis : Arman Hermawan – PEH Penyelia, BPSILHK Makassar
Referensi
Kassa N.N., 2023. PLN akan Menambah Produksi Listrik Sulawesi 1.488 MW. Diakses 18 Desember 2024. https://sulawesi.bisnis.com/read/20231009/539/1702284/pln-akan-menambah-produksi-listrik-sulawesi-1488-mw
Lie, Merissa Bhernaded. 2022. Sistem Perizinan Berbasis Risiko: Sebuah Perbandingan Antara Negara Australia Dan Negara Indonesia. Jurnal APHTN-HAN, DOI:10.55292/japhtnhan.V1i2.30. Jakarta
Milasi S, Fauzan , Zulfadli T. 2024. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (Pltm) Pada Krueng Meureudu Desa Lhoksandeng. JURNAL TEKTRO, VOL 8, NO.1, MARET 2024. Aceh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).