Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memberikan definisi bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase. Reklamasi wilayah pesisir menjadi kegiatan yang marak terjadi hampir di seluruh Indonesia saat ini. Hal ini sebagai langkah solutif dari keterbatasan lahan daratan dan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Sebagai contoh, rencana pengembangan wilayah Kota Makassar untuk pembangunan Kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) mereklamasi seluas 157,23 ha. Sementara di Kabupaten Konawe, rencana pengembangan terminal khusus dengan melakukan pengerukan dan reklamasi seluas 126,13 ha.
Kegiatan reklamasi ternyata menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem pesisir dan juga ancaman terhadap beberapa daerah pesisir yang tentu saja berdampak bagi masyarakat yang bermukim pada wilayah pesisir, baik secara langsung maupun tidak langsung (Wattimena, 2024). Reklamasi dapat mengakibatkan hilangnya fungsi ekosistem pesisir, seperti perlindungan terhadap badai, pengendalian banjir, dan penyediaan sumber daya alam seperti ikan dan hasil laut lainnya. Hal ini juga dapat mempengaruhi mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada ekosistem pesisir dan perairan, seperti nelayan dan petani bakau (Sastia et al,2024). Sebagai langkah awal untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan yang akan ditimbulkan, kegiatan reklamasi dikaji dalam studi AMDAL yang menjadi komitmen pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh entitas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan no.4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) menjelaskan bahwa aktivitas penyiapan lahan atau reklamasi yang memerlukan AMDAL adalah kegiatan dengan luas area reklamasi ≥ 25 ha atau volume ≥ 500.000 m3 atau panjang ≥ 50 m (diukur tegak lurus kearah laut dari garis pantai). Aktivitas tersebut termasuk dalam kategori risiko tinggi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, sehingga berpeluang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) telah melakukan Penyusunan Standar Khusus Formulir Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Reklamasi Wilayah Pesisir mengacu pada Lampiran II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021, selanjutnya akan menjadi acuan dalam penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) serta Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Standar khusus tersebut sebelum ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilakukan uji terap dalam rangka mengidentifikasi keberterimaan dan kebermanfataan dari standar yang telah disusun serta menilai penerapan standar kegiatan khususnya terkait dengan standar pelingkupan usaha dan/atau kegiatan yang diacu oleh entitas dalam penyusunan Dokumen KA-ANDALnya.
Kegiatan uji terap standar khusus formulir Ka-Andal untuk usaha dan/atau kegiatan reklamasi wilayah pesisir dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Kegiatan tersebut melibatkan 2 entitas (pelaku usaha/kegiatan) reklamasi wilayah pesisir dan instansi penilai dokumen lingkungan dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berlokasi di Kota Makassar dan Kabupaten Konawe.
Hasil diskusi dengan instansi penilai dokumen lingkungan maupun entitas reklamasi wlayah pesisir diperoleh bahwa standar khusus mempermudah dalam melakukan pemeriksaan dan penilaian Dokumen Lingkungan sehingga proses persetujuan lingkungan dapat lebih cepat. Standar inipun disambut baik oleh entitas penerap standar karena dengan adanya standar yang menjadi acuan, maka entitas dapat lebih mudah dalam melakukan penyusunan dokumen lingkungan. Instansi penilai maupun entitas memberikan masukan-masukan dalam rangka perbaikan standar khusus yang telah disusun. Kegiatan uji terap juga dilakukan dengan cara membandingkan dokumen lingkungan yang dimiliki oleh entitas dengan standar khusus yang telah disusun. Secara umum, tahapan penetapan dampak potensial, dampak penting hipotetik (DPH) dari rencana usaha dan/atau kegiatan, serta metode studi yang dapat digunakan untuk prakiraan/kajian dampak telah tersedia dalam standar khusus tersebut.
Standar ini telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan akan menjadi pedoman bagi entitas usaha dan/atau kegiatan reklamasi wilayah pesisir dan Dinas Lingkungan Hidup Kab/Kota selaku penilai dokumen lingkungan. Jika tertarik dengan standar khusus formulir KA ANDAL untuk usaha dan/atau kegiatan reklamasi wilayah pesisir dapat dilihat pada link berikut https://makassar.bsilhk.menlhk.go.id/nspk/.
Penulis: Andi Sri Rahmah Dania
Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Pertama, BPSILHK Makassar
Referensi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan no.4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
PT Pelabuhan Muara Sampara. (2021). Formulir Kerangka Acuan Kegiatan Pengerukan, Reklamasi dan Pembangunan Mesin Pengering.
PT Yasmin Bumi Asri. (2017). Perubahan Addendum RKL-RPL Pembangunan Kawasan Centre Point of Indonesia (CPI).
Sastia, T.N., Rahmawati, Mawarni, I.S dan Ahmad. R.S. (2024). Dampak Reklamasi Pantai Losari Menjadi Kawasan Central Point Of Indonesia (CPI). Jurnal Ilmiah Kajian Multidisipliner Vol. 8 No. 6.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Wattimena, J.A.Y. dan Leatemia, W. (2024). Kerusakan Ekosistem Pesisir: Reklamasi Wilayah Jawabannya?. Journal of International Law. Vol. 5 No. 1: 138-154.