Peningkatan pertumbuhan populasi penduduk dengan berbagai dinamika dan permasalahan lingkungan hidup tentunya memberikan implikasi terhadap permasalahan kesehatan. Argumentasi inilah yang kemudian menjadikan keberadaan Rumah Sakit (RS) menjadi sangat krusial, sebab ketika berbicara terkait pelayanan kesehatan maka garda terdepan yang harus dibenahi dan ditingkatkan pelayanannya adalah RS dan fasilitas kesehatan lainnya. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009, RS mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, sedangkan tiga tugas besar dari RS adalah 1). Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan RS; 2). Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna; dan 3). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Dalam setiap pembangunan akan ada berbagai usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar tak terkecuali dalam proses pembangunan RS. Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan RS adalah pengelolaan limbah baik itu limbah medis maupun limbah non-medis yang setiap hari dihasilkan. Berbagai jenis limbah medis ini, mulai dari limbah tidak berbahaya hingga limbah bahan berbahaya beracun (B3) harus dikelola dengan tepat agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu setiap pembangunan RS harus memiliki sistem dan instalasi pengelolaan limbah yang baik dengan metode-metode yang ramah lingkungan.
Limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya dikelompokkan menjadi enam kelompok limbah berbahaya, yaitu: 1). Limbah infeksius; 2). Limbah Patologis; 3). Limbah benda tajam; 4). Limbah farmasi; 5). Limbah radioaktif; dan 6). Limbah sitotoksik. Mengingat limbah medis yang dihasilkan RS ini sangat berbahaya, maka setiap bangunan RS dan pelayanan kesehatan lainnya harus mengantongi persetujuan lingkungan karena berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat.
Sebagai institusi yang diberi kewenangan terhadap penyusunan regulasi standar, Badan Standarisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) memfokuskan arah standardisasi instrumen lingkungan hidup dan kehutanan kepada penyediaan dan penerapan standar instrumen persetujuan lingkungan dan instrumen perijinan berusaha. Salah satu program teknis yang diluncurkan untuk mendukung fokus kegiatan tersebut yaitu menyusun Formulir Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Rumah Sakit. Standar ini merupakan panduan bagi para entitas usaha kegiatan dalam menyusun dokumen UKL-UPL rencana kegiatan/usaha pembangunan RS. Adanya standar ini, diharapkan akan mempermudah dan mempercepat entitas usaha kegiatan dalam penyusunan dokumen lingkungan. Standar ini juga disusun untuk memberikan kepastian bahwa aktivitas usaha tersebut tetap dalam konteks perlindungan dan penyelenggaaran lingkungan hidup.
Untuk mendukung capaian target program kualitas lingkungan hidup, maka secara berjenjang BPSILHK Makassar diberi tugas untuk melakukan uji terap Formulir UKL-UPL Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Rumah Sakit. Uji terap ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan kondisi pemungkin dan tindakan korektif yang perlu dilakukan sebagai bahan pertimbangan sebelum standar ditetapkan. Kegiatan uji terap ini juga sebagai sarana pemetaan entitas untuk memenuhi target BSILHK dalam memantau 10.000 entitas usaha kegiatan pada tahun 2024. Hasil dari pemantauan ini tentunya akan menjadi database yang dikelola secara digital dan dapat diakses melalui aplikasi BSILHK radar. Uji terap ini merupakan kontribusi BPSILHK Makassar secara berjenjang terhadap pencapaian kinerja pelaksanaan program BSILHK hingga KLHK dalam skup yang lebih besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, Propinsi Sulawesi Barat memiliki 11 RS umum, 1 RS Bersalin, 95 Puskesmas dan 17 klinik/balai kesehatan. Kegiatan uji terap formulir UKL-UPL standar spesifik pembangunan RS dilakukan pada 4 (empat) entitas peyelenggara pelayanan kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat, yaitu Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Mutiara Ibu, Rumah Sakit Mitra Manakarra (RS Swasta), Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Iman Santoso dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat TK III Mamuju (RS yang dikelola Pemerintah Pusat). Kegiatan ini melibatkan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Mamuju sebagai mitra. Dari empat entitas yang di uji terap, tiga diantaranya dokumen lingkungannya berupa DPLH dan hanya satu yang berupa dokumen UKL-UPL.
Berdasarkan hasil kajian dokumen dapat dikemukakan bahwa matriks entitas usaha kegiatan memisahkan antara pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup sedangkan pada standar BSILHK menjadi satu kesatuan. Secara umum entitas usaha telah mengidentifikasi sumber dampak dan jenis dampak pada dokumen lingkungan yang sesuai dengan standar BSILHK namun pada beberapa tahapan terdapat perbedaan narasi namun memiliki makna yang sama. Selain itu ada beberapa sumber dampak pada tahapan pra konstruksi, konstruksi dan operasi yang ada pada dokumen entitas namun tidak ternarasikan pada standar BSILHK yang tentunya menjadi bahan untuk tindakan korektif. Beberapa dokumen entitas tidak ada kegiatan pada tahapan pasca operasi dan sumber dampak yang teridentifikasi lebih banyak dari Standar BSILHK. Secara umum entitas telah memenuhi kriteria dan kaidah dalam penyusunan dokumen lingkungan karena sudah melalui pembahasan yang melibatkan ahli lingkungan dan pakar terkait lainnya.
Lebih lanjut dalam konteks keberterimaan dan kebermanfaatan, standar ini dapat membantu DLH dalam melakukan pemeriksanaan dan penilaian dokumen. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mencermati dan membahas relevansi bentuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan entitas pada dokumen lingkungannya. Dengan demikian standar dapat membantu mempercepat proses persetujuan lingkungan dan menjadi solusi terhadap permasalahan yang banyak dikeluhkan oleh pelaku usaha dalam proses perijinan berusaha.
Standar ini akan menjadi rujukan wajib dalam penyusunan dokumen UKL-UPL rencana pembangunan RS kedepannya, khususnya pada matriks pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selanjutnya pengelolaan standar ini akan menjadi kewenangan dari Pusat Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Lebih lanjut standar ini dapat diakes pada link berikut https://makassar.bsilhk.menlhk.go.id/nspk/
Penulis : Supratman Tabba – Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda; dan
Lis Nurrani – Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda
Referensi :
Badan Pusat Statistik. 2020. Jumlah Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, Puskesmas, Klinik Pratama dan Posyandu Menurut Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Barat https://sulbar.bps.go.id/id/statistics-table/3/YmlzemNGUkNVblZLVVhOblREWnZXbkEzWld0eVVUMDkjMw==/ –2019.html. Diakses Tanggal 16 Januari 2025.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Memorandum Kepala Nomor : M.20/BSI/KKOTL/STI.7.1/B/06/2024 tentang Tata Cara Uji Terap Standar Khusus. Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Penilaian Kesesuaian Uji Terap Standar Formulir UKL-UPL Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Rumah Sakit. Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup. Serpong.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Standar Formulir UKL-UPL Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Rumah Sakit. Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup. Serpong.