BP2LHK Makassar (10/7/2018)_ Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar menempati posisi yang penting dalam tahapan proses negosiasi mengenai spesifikasi teknis, biaya dan porsi bagi hasil yang diselenggarakan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (Pusat P2H) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (07/07/18). “Sebagai Lembaga yang memiliki pengetahuan teknis dalam hal budidaya tanaman hutan, tentunya Litbang Makassar perlu berpartisipasi aktif dalam melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama ini dimilikinya,” kata Djoko Purnomo selaku Ketua Tim Negosiasi.
Keterlibatan Litbang Makassar dalam kegiatan tahapan proses negosiasi ini sudah ketiga kalinya sejak yang pertama kali dilaksanakan di Makassar dengan target lokasi BLU di Kabupaten Jeneponto. Kedua dilaksanakan di Kabupaten Takalar yang mana target lokasi BLU juga pada daerah tersebut.
Kedua lokasi tersebut akan membudidayakan tanaman Gmelina. Menurut Suhartati, salah satu Peneliti Utama BP2LHK Makassar mengatakan bahwa “pemilihan Gmelina untuk kedua wilayah tersebut sudah sangat sesuai dengan karakteristik tempat tumbuh untuk mengembangkan Gmelina. Pemasaran Gmelina di Makassar tidaklah sulit karena terdapat tiga sampai empat perusahaan yang menggunakan Gmelina sebagai bahan bakunya, salah satunya adalah PT. Maruki,” tutur Suhartati. Termutakhir yaitu keterlibatan Litbang sebagai narasumber di Desa Manusela, Ambon dengan target lokasi BLU di Kabupaten Maluku Tengah dengan tanaman budidaya sengon Morotai. “Awalnya sengon yang dipilih yaitu sengon Wamena, namun kemudian dengan pertimbangan tertentu maka dipilihlah sengon Morotai yang sudah berkembang di wilayah tersebut” jelas Didin sebagai perwakilan Litbang Makassar yang terlibat negosiasi di Desa Manusela.
Tahapan proses negosiasi tersebut merupakan bagian dari pelayanan pembiayaan Fasilitas Dana Bergulir (FDB) Bagi Hasil Usaha Hutan Rakyat yang menerapkan teknologi budidaya tanaman hutan namun belum memiliki standar teknis dan biaya oleh Menteri LHK atau Direktur Jenderal. FDB Bagi Hasil merupakan salah satu skema dana bergulir selain Pola Pinjaman dan Pola Syariah yang ditawarkan oleh BLU Pusat P2H sebagai upaya mendukung pembiayaan usaha kehutanan dan investasi lingkungan. Menurut Djoko Purnomo, terdapat banyak usaha yang dapat dibiayai dengan FDB. “Diantara usaha-usaha tersebut yaitu Usaha hutan tanaman industri, Usaha hutan kemasyarakatan, Usaha hutan rakyat, Usaha pemanfaatan hutan alam dengan teknik pengayaan Silin,” tutur Djoko. “Selain itu juga terdapat Usaha hutan tanaman rakyat, Usaha hutan desa, Usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, dan terkhusus Usaha restorasi ekosistem masih jadi pertimbangan karena resikonya sangat tinggi,” tambahnya.
“Dengan adanya pembiayaan dari negara untuk mengembangkan tanaman kehutanan, tidak ada lagi alasan bahwa skema pemanfaatan hutan terbentur oleh masalah klasik seperti dana,” harap Djoko di sela pertemuan dengan masyarakat yang akan dibiayai oleh BLU. “Peran Litbang Makassar tidak hanya sebatas pada tahap negosiasi, namun akan terus terlibat hingga pelaksanaan kegiatan di lapangan, entah masyarakat membutuhkan informasi atau pengetahuan dari tahap – tahap penanaman hingga nantinya pohonnya siap dipanen,” tutur Djoko menutup sesi negosiasi. ***(DDN)