BPSILHK Makassar

PERAN BPSILHK MAKASSAR DALAM MEWUJUDKAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR BERWAWASAN LINGKUNGAN PADA AREAL PERHUTANAN SOSIAL MELALUI UJI TERAP STANDAR KHUSUS PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERHUTANAN SOSIAL: PENYEDIAAN JASA LINGKUNGAN AIR

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83 tahun 2016 mendefinisikan Perhutanan Sosial sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HK), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KK).

Kebijakan Perhutanan Sosial memiliki tiga pilar yaitu mata pencaharian, hak akses, dan konservasi (Maryudi dkk., 2012). Akses secara legal diberikan kepada masyarakat melalui perhutanan sosial untuk mengembangkan usaha Hasil Hutan Kayu (HHK), Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan (Jasling) didasarkan kepada kearifan lokal dan adat istiadat setempat.

 

Sulawesi Selatan sampai dengan Oktober 2024, memiliki kawasan perhutanan sosial seluas 206.982,44 Ha dengan 1.469 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dan 74.222 KK yang terlibat. Untuk potensi pemanfaatan jasa lingkungan air terdapat 22 KUPS (https://gokups.menlhk.go.id/). Kawasan perhutanan sosial yang memiliki sumber mata air alami dan air terjun dapat dikelola atau dimanfaatkan. Bentuk jasa lingkungan pemanfaatan air misalnya tersedianya air bersih untuk kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar, setelah kebutuhan air untuk masyarakat setempat terjamin, maka dapat dikembangkan lagi seperti pembuatan depot air minum kemasan.

Gambar 1. Sumber mata air yang dimanfaatkan oleh KPS/KTH

Kegiatan penyediaan jasa lingkungan air dapat memberikan potensi dampak pada lingkungan dan sosial. Potensi dampak tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kegiatan penyiapan lahan dan pembangunan fasilitas utama serta sarana penunjang (kebisingan dari penggunaan mesin, terganggunya aliran dan debit air, flora dan fauna, timbulan sampah dari material konstruksi, dan kebakaran hutan) dan kegiatan distribusi air dari sumber (penurunan debit dan kualitas air akibat dari erosi, serta keresahan masyarakat akibat dari distribusi air yang tidak merata). Oleh karena itu diperlukan suatu standar khusus pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan hidup untuk usaha dan/atau kegiatan perhutanan sosial  yang akan menjadi rujukan dalam penyusunan dokumen Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) oleh Kelompok Perhutanan Sosial.

 

Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) pada tahun 2024 telah menerbitkan Sertifikat Layak Uji Terap Standar Khusus (SALTRA) No. 115/SALTRA/PHB/7/2024 terkait Standar Pengelolaan Lingkungan Hidup Usaha dan/atau Kegiatan Perhutanan Sosial: Penyediaan Jasa Lingkungan Air. Saltra ini menjadi pedoman Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (BPSILHK) dalam melakukan penilaian pada 4 (empat) entitas Kelompok Tani Hutan (KTH) / Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 2. Wawancara dengan anggota KTH/KPS

Hasil penilaian menunjukkan bahwa bahwa standar yang telah disusun mudah dipahami oleh anggota KTH/KPS. Dengan adanya standar ini, KTH/KPS mendapatkan panduan yang jelas dan terstruktur dalam melaksanakan pengelolaan serta pemantauan lingkungan hidup. Standar dapat membantu proses penyusunan dokumen RKPS, namun KTH/KPS masih diperlukan pendampingan lebih lanjut apabila di masa mendatang mereka harus menerapkan standar ini secara mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa pendampingan tetap diperlukan untuk memastikan implementasi yang efektif dan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

Penulis: Hamdan – Penyuluh Kehutanan Muda

Referensi

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Maryudi, A., Devkota, R. R., Schusser, C., Yufanyi, C., Salla, M., Aurenhammer, H., … Krott, M. (2012). Back to basics: Considerations in evaluating the outcomes of community forestry. Forest Policy and Economics, 14(1), 1–5. Doi : https://doi.org/10.1016/j.forpol.2011.07.017https://gokups.menlhk.go.id

Sertifikat Layak Uji Terap Standar Khusus (SALTRA) Nomor : 115/SALTRA/PHB/7/2024, Standar Pengelolaan Lingkungan Hidup Usaha dan/atau Kegiatan Perhutanan Sosial: Penyediaan Jasa Lingkungan Air.

Scroll to Top