BPSILHK Makassar

Menilik Perbaikan Tata Kelola Lingkungan Pascatambang Batubara melalui Standar BSI LHK

Dalam bayang-bayang pesatnya pertumbuhan ekonomi, seperti dilansir dalam bisnis.com bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sektor tambang batubara seluas 3,98 juta hektar di Indonesia, memungkinkannya memiliki dua sisi yang saling berbenturan. Selain mendukung sumber pendapatan negara dan memberikan peluang kerja dalam skala besar, tambang batubara sering kali menjadi sorotan karena dampak lingkungan yang ditinggalkannya. Lubang-lubang bekas tambang, tanah gersang, hingga ancaman terhadap kualitas air dan keanekaragaman hayati menjadi isu yang tidak bisa diabaikan.

Kondisi ini pun juga terjadi di lokasi tambang batu bara yang dikunjungi oleh BPSI LHK Makassar dalam melakukan uji terap Standar
Pemulihan Lahan Pascatambang Batubara pada areal tambang PT. Bonehau Prima Coal di Desa Tamalea, Kec. Bonehau, Kab. Mamuju, Sulawesi Barat. Wilayah tambang seluas 98 hektar dengan potensi produksi mencapai 1,6 ton per tahun ini mulai dioperasikan pada tahun 2023 (Bonewati, dkk., 2023) dan menjadikannya hanya satu perusahaan tambang batubara yang mendapatkan WIUP (geoportal ESDM, 2024) di wilayah kerja BPSI LHK Makassar.

Berkaca pada fakta lapangan yang ditemukan di areal tambang seperti adanya potensi pencemaran air limbah, perpindahan material tanah ke dalam badan air dalam secara masif, serta potensi kehilangan flora dan fauna kunci. Di sinilah peran tata kelola lingkungan pascatambang menjadi kunci, bukan hanya untuk memulihkan lahan yang rusak, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem di masa depan.

Standar yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSI LHK) menawarkan solusi sistematis untuk menjawab tantangan ini. Dengan pendekatan berbasis data, teknologi, dan praktik terbaik, standar ini memberikan panduan bagi pelaku usaha tambang untuk menjalankan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Namun, sejauh mana standar ini mampu mendorong perubahan? Bagaimana implementasinya di lapangan? Artikel ini mengupas peran ke depan standar BSI LHK dalam memperbaiki tata kelola lingkungan pascatambang batubara, sembari mengevaluasi efektivitasnya dalam mewujudkan harmoni antara eksploitasi sumber daya dan pelestarian lingkungan.

Pentingnya Standar dalam Tata Kelola Lingkungan

Tata kelola pascatambang bukan hanya sekadar formalitas, melainkan bagian integral dari siklus kehidupan tambang. Standar BSI LHK hadir untuk menjawab kebutuhan ini melalui pengaturan yang mencakup perencanaan reklamasi, rehabilitasi ekosistem, hingga monitoring kualitas lingkungan secara berkelanjutan. Standar ini menitikberatkan pada pemulihan fungsi lahan, memastikan keselamatan masyarakat sekitar, serta menjaga keberlanjutan sumber daya alam.

Penerapan standar ini juga bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan tambang. Dengan adanya indikator yang jelas, perusahaan diwajibkan untuk melaporkan progres dan hasil rehabilitasi yang telah dilakukan. Hal ini memberikan transparansi sekaligus menumbuhkan kepercayaan publik terhadap usaha tambang.

Salah satu kendala lapangan yang ditemui dari hasil kegiatan uji terap yaitu perusahaan belum memiliki dokumen teknis reklamasi. Pelaku usaha tidak memiliki petunjuk untuk membuat dokumen teknis dan tidak tahu kepada instansi yang mana harus berkomunikasi untuk menyusun dokumen teknis tersebut. Fakta inilah yang kemudian menjadi peluang bagi standar BSI LHK untuk menjadi panduan bagi pelaku usaha tambang batubara baik yang ada di Sulawesi Barat maupun di Indonesia secara umum. 

Tantangan Implementasi di Lapangan

Meski menawarkan panduan yang komprehensif, implementasi standar BSI LHK tidak selalu berjalan mulus. Tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya komitmen dari sebagian perusahaan tambang dalam memprioritaskan aspek lingkungan. Faktor lain seperti keterbatasan teknologi, minimnya tenaga ahli, serta lemahnya pengawasan juga menjadi penghambat keberhasilan penerapan standar ini.

Gambar 1. Areal penampungan overburden (lapisan tanah atas) yang kurang sesuai standar dan kondisi air limbah hasil kegiatan tambang batubara di kolam pengendapan

Selain itu, ada pula kesenjangan antara regulasi dan kondisi lapangan. Tidak semua wilayah tambang memiliki karakteristik lingkungan yang sama, sehingga penerapan standar sering kali membutuhkan penyesuaian yang fleksibel. Hal ini memerlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat lokal untuk mencari solusi yang tepat. Seperti keberterimaan PT. Bonehau Prima Coal dalam menyikapi standar yang disodorkan untuk diimplementasikan. Mereka menilai, standar BSI LHK secara umum sudah tepat untuk mengatur kegiatan pemulihan lahan pascatambang dengan petunjuk yang jelas dan mudah dipahami.

Upaya dan Harapan ke Depan

Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu dilakukan penguatan pada tiga aspek utama: regulasi, edukasi, dan pengawasan. Regulasi yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan setiap perusahaan tambang mematuhi standar yang telah ditetapkan. Edukasi bagi pelaku usaha dan masyarakat juga penting agar semua pihak memahami pentingnya tata kelola lingkungan pascatambang.

Pengawasan yang lebih ketat dan transparan, termasuk penggunaan teknologi seperti pesawat nirawak dan sensor lingkungan, dapat membantu memastikan bahwa standar BSI LHK diterapkan dengan benar. Selain itu, insentif bagi perusahaan yang berhasil melakukan reklamasi dengan baik dapat menjadi pendorong untuk meningkatkan komitmen mereka.

Dengan penerapan yang konsisten dan komprehensif, standar BSI LHK memiliki potensi besar untuk mengubah wajah tata kelola lingkungan pascatambang batubara di Indonesia. Harapannya, langkah ini tidak hanya memulihkan lingkungan yang rusak, tetapi juga menciptakan warisan positif bagi generasi mendatang, di mana pembangunan dan pelestarian lingkungan dapat berjalan seiring.

Melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, cita-cita mewujudkan tambang yang bertanggung jawab bukanlah mimpi yang tak terjangkau. Justru, ini adalah fondasi untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Penulis : Didin Alfaizin – PEDAL BPSI LHK Makassar

REFERENSI

Bonewati, Kalalembang, E., Rusli, M., Dangkang, D., Rosdiana, B., Masdar, F. 2023. Buku Data Statistik Sektoral Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2023. Dinas Komunikasi Informasi Persandian dan Statistik Sulawesi Barat.

Geoportal ESDM. WIUP PT. Bonehau Prima Coal. Diakses pada 30 Desember 2024. https://geoportal.esdm.go.id/emo/.

Mochammad Ryan Bidayatullah. 2024. Luas Wilayah Pertambangan RI Capai 9,11 Juta Hektar. Diakses pada 5 Januari 2025. https://ekonomi.bisnis.com/read/20241112/44/1815493/luas-wilayah-pertambangan-ri-capai-911-juta-hektare-ini-perinciannya

Scroll to Top