BP2LHK Makassar (5/7/2018)_ Meluasnya lahan kritis di Indonesia umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti tekanan jumlah penduduk yang meningkat, meluasnya area pertanian yang tidak sesuai kemampuan lahan, perladangan berpindah dan masih banyak lagi yang dampaknya dapat menyebabkan turunnya kapasitas peresapan air hujan (infiltrasi) kedalam lapisan tanah dan berkurangnya suplay air untuk wilayah hilir dan dampak lainnya. Fenomena tersebut membuat peresapan air (recharge) kedalam tanah tidak seimbang dengan pengambilan air untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Di wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai), Air merupakan faktor utama penentu keberlangsungan produksi lahan pertanian, kehutanan, peternakan dan kelancaran industri, namun pengelolaan untuk keberlangsungan sumberdaya air tersebut masih menghadapi banyak kendala baik pada skala daerah irigasi maupun wilayah DAS.
Resapan air atau infiltrasi air kedalam lapisan tanah merupakan bagian dari proses siklus air dimana air hujan sebagian masuk kedalam tanah, besarnya volume air hujan yang meresap kedalam tanah akan menentukan tercapai atau tidaknya keseimbangan kondisi air tanah di wilayah tersebut.
Perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan peresapan air kedalam tanah. Diperlukan pengembangan berbagai macam teknologi konservasi tanah yang lebih pro-aktif baik metode vegetatif maupun non-vegetatif (fisik-mekanik). Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (BP2LHKM) menjawab dengan mengembangkan metode fisik – mekanik yaitu Sumur Resapan dan bentuk metode fisik lainnya seperti terasering untuk mengurangi atau memanen aliran permukaan (runoff) yang bertujuan meningkatkan kemampuan tanah meresapkan air (Soil infiltration capacity) dan diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan air tanah pada daerah hulu DAS.
Salah satu kampung yang telah memanfaatkan sumur resapan dengan ukuran 4 x 2 x 2 meter (Panjang x Lebar x dalam ) adalah Kampung Babangeng, Kecamatan Eremerasa Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan yang telah dapat meresapkan air kedalam tanah sebanyak 201,92 meter kubik yang disebabkan oleh kejadian curah hujan sebanyak 35 kali dengan volume air setinggi 1583 milimeter. Hal ini mengurangi volume air yang mengalir di atas permukaan tanah.
Pembuatan sumur resapan di Kampung Babangeng merupakan kelengkapan dari kegiatan sebelumnya yaitu pemanfaatan sumber air di daerah hulu DAS oleh penduduk sebagai suatu sistem drainase yang berwawasan lingkungan yang berfungsi ganda, yaitu selain mereduksi genangan air buangan dari rumah penduduk, juga dapat mengurangi volume aliran permukaan yang disebabkan oleh meningkatnya curah hujan.
Menurut Kudeng Sallata salah satu Peneliti BP2LHK Makassar bahwa “ Peningkatan ketersediaan air dalam tanah akan mendorong laju dekomposisi bahan organik dan pembentukan struktur tanah yang baik sehingga penetrasi akar tanaman lebih dalam dan mampu mendapatkan air dan hara lebih dalam dengan areal lebih luas yang diindikasikan dengan peningkatan produksi tanaman yang di budidayakan dan ketersediaan air tanah secara continue.” ***(IKI)