Bendungan dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan dua infrastruktur penting yang menjadi pilar dalam mendukung roda pemerintahan sebuah Negara khususnya bidang pertanian dan ketenagalistrikan. Banyak manfaat yang hadir dari keberadaan bendungan terhadap masyarakat, saat ini yang paling terasa adalah kenyataan bahwa terjadi krisis ketersedian sumber air bersih terutama ketika musim kemarau. Bendungan menjadi solusi dalam menyediakan kebutuhan air kepada masyarakat, selain itu bendungan dapat digunakan untuk pengairan lahan pertanian. Bendungan juga dapat menjadi media dalam menangani bencana banjir yang dewasa ini berkembang menjadi permasalahan dibanyak wilayah administrasi kabupaten kota di Indonensia. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari keberadaan bendungan yaitu potensi perikanan air tawar untuk peningkatan ekonomi masyarakat sekitar serta obyek wisata alam untuk kegiatan rekreasi.
Setidaknya ada empat jenis bendungan di Indonesia antara lain bendungan untuk tujuan PLTA, bendungan untuk pemanfaatan air baku, bendungan sebagai irigasi lahan pertanian dan bendungan dengan fungsi pengendalian banjir. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum mencatat bahwa hingga tahun 2024 pemerintah telah meresmikan 47 bendungan dimana satu diantaranya adalah bendungan Pamukkulu di Sulawesi Selatan dan akan meresmikan enam bendungan diawal tahun 2025. Bendungan dengan fungsi PLTA menjadi prioritas utama pemerintah di beberapa wilayah termasuk Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dalam rangka memenuhi pasokan energi listrik. Perkembangan peradaban teknologi dan digitalisasi yang sangat pesat berkonsekuensi terhadap kebutuhan akan energi listrik dalam jumlah besar. Sehingga pembangunan PLTA secara massive menjadi sebuah keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik ke wilayah perkotaan, pemekaran wilayah, pedesaan hingga daerah terpencil.
Meski bendungan dan PLTA memiliki peran strategis secara nasional dan multiguna bagi kemaslahatan masyarakat namun tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas tersebut juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga sangat penting melakukan monitoring sejak dini untuk memastikan agar aktivitas tersebut berjalan dengan tetap memperhatikan tatanan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu menetapkan standar atau regulasi untuk pemantauan agar dampak-dampak negatif dari kegiatan pembangunan bendungan dan PLTA dapat dikelola atau setidaknya dapat diminimalkan. Pembangunan bendungan dan PLTA termasuk kategori resiko menengah tinggi yang umumnya mensyaratkan dokumen lingkungan (dokling) berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 4 tahun 2021.
Mengacu pada hal tersebut sebagai unit kerja dengan mandat menyusun dan merumuskan standar, BSILHK didukung dengan regulasi turunan berupa Keputusan Menteri LHK Nomor 163 Tahun 2024. Keputusan tersebut menjelaskan bahwa terhadap standar perlu dilakukan uji terap setelah melalui proses pendalaman substansial, penelaahan kematangan dan memiliki elemen penilaian kesesuaian. BPSI LHK Makassar sebagai ujung tombak dilevel tapak mendapat tanggung jawab untuk melakukan uji terap berdasarkan Keputusan Kepala BSILHK Nomor 22 Tahun 2024. Uji terap tersebut terkait Penerapan Formulir KA-ANDAL Standar Spesifik Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Bendungan dan PLTA. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah standar ini dapat diterapkan oleh pemrakarsa serta untuk mendapatkan input sebagai bahan rekomendasi tindakan korektif dan enabling conditions terhadap standar yang akan ditetapkan.
Uji terap dilaksanakan pada dua wilayah kerja yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Pemrakarsa yang menjadi target uji di Sulawesi Selatan yaitu tiga bendungan dan dua PLTA, sedangkan di Sulawesi Barat keduanya adalah PLTA. Adapun pemrakarsa PLTA di Sulawesi Selatan yaitu PT. Malea Energy untuk PLTA Malea di Kabupaten Tana Toraja dan PT. Cahaya Energy Massenrempulu untuk PLTA Bonto Batu di Kabupaten Enrekang. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang merupakan pemrakarsa dari tiga bendungan yaitu Posi di Kabupaten Kepulauan Selayar, Pamukkulu di Kabupaten Takalar dan Karalloe di Kabupaten Gowa. Pemrakarsa lainnya yaitu PT. Jin Da Fa Investment Indonesia untuk PLTA Tabulahan di Kabupaten Mamasa dan PT. DND Hydro Ecopower untuk PLTA Karama di Kabupaten Mamuju. Lokasi kedua PLTA Tersebut berada di Sulawesi Barat.

Standar BSILHK merumuskan 40 Dampak Penting Hipotetik (DPH) dengan rincian pada tahap pra konstruksi sebanyak 8 DPH, konstruksi 22 DPH, operasi 7 DPH dan pasca operasi 3 DPH. Berdasarkan pendalaman diketahui bahwa hanya matriks pelingkupan PLTA Malea yang memiliki 50 DPH atau lebih banyak dari standar BSILHK, sedangkan enam dokumen lainnya kurang dari 40 DPH. Berdasarkan mekanisme dan metode perhitungan deviasi dapat dikemukakan bahwa antara standar BSILHK dan dokumen pemrakarsa menghasilkan nilai deviasi yang terbilang cukup tinggi. Artinya bentuk penyimpangan atau perbedaan antara standar BSILHK dengan matriks pelingkupan pemrakarsa cukup besar. Secara umum narasi kegiatan dan jenis DPH yang ada pada dokumen pemrakarsa sesuai dengan standar BSILHK, namun terdapat beberapa kegiatan pada seluruh tahapan yang narasinya berbeda tapi secara substansial memiliki arti yang sama. Teridentifikasi sebanyak 12 hingga 25 DPH yang menjadi temuan penting sebagai bahan tindakan korektif dalam rangka penyempurnaan rumusan standar. Temuan ini menjadi penting sebab DPH tersebut ada pada dokumen pemrakarsa namun tidak ternarasikan dalam standar BSILHK sehingga perlu untuk memberikan klarifikasi dan argumentasi korektif.
Berdasarkan pembototan akhir diketahui range proporsi nilai rata-rata sedang dan tinggi, yang berarti bahwa secara umum standar dapat diusulkan untuk penetapan setelah dilakukan perbaikan dengan mempertimbangkan usulan narasi korektif. Penilaian terhadap pemeriksa dokumen lingkungan dan penerap standar menunjukkan angka yang terbilang tinggi, pembobotan tersebut menunjukkan komitmen dari pemrakarsa untuk mau menerapkan standar yang dirumuskan BSILHK. Hal ini diperkuat dengan dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang menyampaikan bahwa standar BSILHK akan memudahkan pemeriksaan, penilaian dokumen serta dapat mempercepat proses persetujuan lingkungan.
Berdasarkan hasil temuan kemudian dirumuskan beberapa usulan langkah korektif antara lain DPH perubahan iklim mikro tertera pada standar BSILHK namun tidak terdapat pada PK sehingga perlu penambahan parameter tersebut mengingat PK merupakan tools ketika melakukan penilaian. Perlu menambahkan konsultan AMDAL pada PK keberterimaan dan kebermanfaatan standar, sebab secara substansi konsultan lebih paham terkait teknis pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Selain itu tidak semua pemrakarsa memiliki kantor perwakilan di daerah sehingga konsultan AMDAL menjadi alternatif lembaga yang bisa diajak berdiskusi.

Hasil uji terap ini telah dipresentasikan pada Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan (BBPSIK) Yogyakarta pada tanggal 13 Desember 2024 yang dimotori oleh Kepala BPSILHK Makassar. Hadir sebagai tuan rumah antara lain Kepala Bidang Pengujian dan Validasi Metode Verifikasi Penilaian Kesesuaian, Kepala Bidang Pengujian dan Validasi Standar Instrumen serta tim perumus uji terap standar. Hingga akhir tahun anggaran 2024 Sertifikat Layak Uji Terap Standar Khusus (SALTRA) formulir KA-ANDAL standar spesifik untuk usaha dan/atau kegiatan pembangunan Bendungan dan PLTA tidak kunjung terbit sehingga proses uji terap diasumsikan belum sempurna.
Sehubungan dengan kebijakan pemisahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan pada Kabinet Merah Putih pimpinan Presiden Prabowo Subianto, maka penyempurnaan proses uji terap dan pengelolaan standar akan menjadi domain dari Pusat Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Standar ini akan menjadi rujukan wajib dalam penyusunan dokumen KA-ANDAL pembangunan Bendungan dan PLTA kedepannya, khususnya pada matriks pelingkupan dan metode studi. Adanya standar ini diharapkan dapat mendorong kesadaran pemrakarsa dan masyarakat dalam mengedepankan konsep pembangunan yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Penulis : Supratman Tabba
Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda
Referensi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL, UKL-UPL atau SPPL. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Formulir KA-ANDAL Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Bendungan dan PLTA. Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup. Serpong.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 22 Tahun 2024 tentang Revisi Kegiatan Program Teknis Tahun Anggaran 2024 Lingkup BSILHK. Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 163 Tahun 2024 tentang Pedoman Tata Kelola Standar Khusus Alur Kerja, Output, dan Kinerja Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Memorandum Kepala BSILHK Nomor : M.20/BSI/KKOTL/STI.7.1/B/06/2024 Perihal Cara Penilaian Uji Terap Standar Khusus. Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2024. Penilaian Kesesuaian Uji Terap Standar Khusus Formulir KA-ANDAL Standar Spesifik untuk Usaha dan/atau Kegiatan Pembangunan Bendungan dan PLTA. Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup. Serpong.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2025. Enam Bendungan Siap Diresmikan Pada Tahun 2025. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. https://sda.pu.go.id. Diakses Tanggal 30 Januari 2025.