Badan Litbang dan Inovasi (BLI/FORDA) berusia 107 tahun. Memasuki abad kedua peran BLI dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan, terutama di era pandemi Covid-19 ini, Dr. Agus Justianto, Kepala BLI berpesan, ”Dirgahayu FORDA, siapkan diri menghadapi new normal.”
New normal dimaknai sebagai kehidupan yang dijalankan seperti biasa ditambah dengan perilaku baru dalam bentuk protokoler kesehatan. Hal ini wajib dilakukan sejalan dengan belum ditemukan vaksin atau penangkal virus Covid-19.
“Tidak ada satu pun yang siap menghadapi pandemi ini. Perubahan arah manajemen institusi menyebabkan juga perubahan strategi komunikasi di instansi kita. Saat ini internal komunikasi institusi memegang peranan kunci untuk membangun ketahanan instansi dengan target, tujuan dan hasil yang baru. Rencana-rencana dan strategi awal tahun tinggallah rencana, sekarang mulai dengan rencana baru,” tegas Agus dalam pesan singkatnya kepada seluruh jajaran FORDA (17/5).
Pesan ini memberikan arahan tegas bahwa kegiatan riset dan pengembangan, serta manajemennya harus tetap berjalan. Protokoler kesehatan bukan halangan untuk terus berkarya memberikan yang terbaik untuk bangsa.
FORDA seharusnya sudah siap menghadapi new normal ini. Paradigma baru litbang yang diusung mulai pertengahan 2019, yakni paradigma masuk dalam virtual dan society era, diyakini akan memudahkan seluruh jajaran FORDA menghadapi new normal tersebut.
Menjalankan paradigma baru tersebut, FORDA menerapkan prinsip aktif, proaktif dan progresif. Ketiganya diharapkan mampu untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin dinamis dan kompleks di era pandemi ini. Terutama untuk terus berjuang menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan utama kebijakan, regulasi dan aksi kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sejak didirikan pada 16 Mei 1913 oleh Pemerintah Hindia Belanda, sejarah telah mencatat bahwa FORDA telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam kemajuan pengelolaan hutan Indonesia. Di era sebelum kemerdekaan misal, perkembangan ilmu kehutanan Indonesia telah dituliskan dalam Tectona, majalah kehutanan pertama pada masa kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia yang terbit pada 1908-1955. Karya-karya ilmiah di dalamnya terkait kebijakan pengelolaan hutan dan konservasi alam di Indonesia banyak menjadi rujukan. Xylarium Bogoriense 1915 yang mendunia, juga dibangun pada era ini, termasuk Herbarium Botani Hutan yang dibangun pada 1917.
Pada era kemerdekaan tahun 1960an, dengan dimulainya pengusahaan hutan di Indonesia, FORDA telah berkontribusi menyempurnakan sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi, dari Tebang Pilih Indonesia (TPI) menjadi Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Pengenalan jenis pohon dan tabel volume pohon hasil FORDA juga digunakan dalam inventarisasi dan pendugaan volume tegakan hutan, menetapkan jatah volume tebangan tahunan (annual allowable cut), pendugaan volume hasil penjarangan, tegakan atau hasil tebangan akhir daur. Sebanyak 27 tabel volume pohon berhasil disusun dan dimanfaatkan dalam periode ini. Hasil riset industri kayu bahkan digunakan untuk menyusun pola pengembangan industri kayu nasional dan referensi bagi studi-studi kelayakan berbagai macam industri kehutanan.
Sementara pada era reformasi hingga usia satu abad, hasil-hasil litbang kehutanan juga berperan penting antara lain dalam Sistem Silvikultur Intensif (SILIN), Standar Nasioanal Indonesia (SNI), Reduce Emision from Deforestation and Forest Degradations (REDD) termasuk berkontribusi dalam mendorong implementasi mekanisme pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment), penetapan tingkat emisi acuan (Reference Emission Level), pengembangan Sistem Perhitungan Karbon Nasional Indonesia (Indonesian National Carbon Accounting System), restorasi lahan gambut, hasil hutan bukan kayu, bioenergi, pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), dan masih banyak lagi.
Meyakini bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi adalah tulang punggung kemajuan bangsa, FORDA meneruskan dan meningkatkan riset kehutanan dan lingkungan hidup yang telah dilakukan sejak lebih dari satu abad silam. Tidak hanya riset, kegiatan pengembangan juga terus dilakukan sehingga melahirkan inovasi-inovasi terbaru untuk mendukung hutan dan lingkungan berkelanjutan serta masyarakat sejahtera