BP2LHK Makassar – Dalam rangka Kegiatan Prioritas Nasional (Prinas) “Aplikasi IPTEK dalam Pengembangan Tanaman Unggulan Lokal untuk mendukung Ekowisata di KHDTK Mengkendek”, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (BP2LHK Makassar) melaksanakan kegiatan “Aplikasi IPTEK dalam Pengembangan Pemanfaatan Bambu di KHTK Mengkendek”. Untuk mendukung kegiatan tersebut Tim Peneliti kelti sosek BP2LHK Makassar dengan penanggungjawab Nur Hayati, SP., M.Sc menggelar kegiatan FGD (Focus Group Discussion) bertajuk “Diskusi Multipihak Pengelolaan Bambu di KHDTK Mengkendek Kabupaten Tana Toraja” pada Hari Rabu, tanggal 16 Juni 2021 lalu. Diskusi ini berlangsung di Ruang Pertemuan KHDTK Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Diskusi dilakukan dengan tujuan menggali informasi tentang persepsi, preferensi, dan perubahan preferensi pemanfaatan bambu; dinamika pengelolaan bambu terkait sosial, ekonomi, budaya, pemanfaatan bambu dan limbah bambu, serta berbagai permasalahan yang ada; pemetaan dan peran stakeholders; serta peluang inisiasi kelembagaan/kelompok pemanfaat bambu di Mengkendek.
Dalam upaya memeroleh informasi yang komprehensif, maka berbagai pihak diundang sebagai peserta diskusi, antara lain: KPH Saddang I, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Tana Toraja, Dinas Pariwisata Kabupaten Tana Toraja, Lurah Rante Kalua, Lurah Tampo, Pengelola KHDTK Mengkendek, Pengurus dan anggota KTH Siangkaran di KHDTK Mengkendek serta petani dan pemanfaat bambu di Kecamatan Mengkendek.
Acara diskusi secara resmi dibuka oleh Lurah Rante Kalua, Yan Robinson. Setelah pembukaan, Nur Hayati menyampaikan pengantar diskusi berupa penjelasan mengenai kegiatan Prinas Balai Litbang LHK Makassar dan potensi bambu yang ada di Kabupaten Tana Toraja khususnya di KHDTK Mengkendek. Selanjutnya diskusi berjalan dengan dipandu oleh tiga fasilitator dari Balai Litbang LHK Makassar secara bergantian yaitu Dr. Abd. Kadir Wakka, Nurhaedah M, SP, M.Si, dan Dr. Indah Novita Dewi.
Secara umum, persepsi peserta diskusi terkait pengelolaan bambu cukup baik. Peserta diskusi memahami bahwa bambu merupakan tanaman yang sangat penting bagi masyarakat Toraja, karena merupakan bahan baku utama pembuatan pondok-pondok di setiap pesta adat yang dilakukan. Namun demikian pemeliharaan dan pemanfaatan bambu diakui belum optimal. Pemanfaatannya hanya sebatas untuk keperluan pesta, bahan ramuan rumah, bahan makanan (rebung), dan pembuatan berbagai benda sederhana. Selain itu, limbah bambu sisa pesta selama ini juga cenderung dibiarkan begitu saja, belum dimanfaatkan secara optimal.
“Toraja terkenal dengan bambunya, namun pengelolaannya masih kurang maksimal”, jelas Retna salah satu penyuluh dari KPH Saddang I yang hadir pada kegiatan diskusi ini. Apalagi generasi muda sangat rendah minatnya untuk memanfaatkan bambu sebagai bahan baku barang kerajinan, tambah Israel selaku Lurah Tampo.
“Masyarakat itu hanya taunya tebang, dan malas menanam kembali. Saya khawatir kalau bambu ini tidak dikelola secara maksimal dan permasalahan bambu ini tidak segera dicarikan jalan keluarnya, maka tanaman bambu bisa punah ke depannya,” demikian Israel mengungkapkan kekhawatirannya.
Feny dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian memberikan informasi bahwa salah satu tupoksi Dinas Perdagangan dan Perindustrian adalah melakukan pelatihan dan pendampingan kelompok pengrajin bambu. Dinas Perdagangan dan Perindustrian telah memiliki beberapa kelompok pengrajin binaan, namun kerajinan yang dihasilkan masih sebatas membuat niru, bakul, salopo (kurungan ayam), dan berbagai benda sederhana lainnya.
Melalui diskusi juga terungkap berbagai permasalahan dalam pengelolaan bambu dari mulai pembibitan, budidaya bambu, pemanenan, pengolahan bambu, serta pemasaran bambu maupun produk hasil olahan bambu yang dihadapi oleh masyarakat selama ini.
Dalam upaya pengembangan pemanfaatan bambu, fasilitator melempar isu bagaimana seandainya bambu dijadikan objek wisata dan KHDTK Mengkendek menjadi areal wisata ilmiah bambu. Menyambut isu yang dilemparkan tersebut, sebagian besar peserta diskusi menyatakan bahwa KHDTK Mengkendek berpotensi untuk menjadi pusat wisata ilmiah bambu mengingat potensi tanaman bambunya sudah ada dengan beragam jenis bambu. Terlebih letak KHDTK Mengkendek sangat strategis karena dekat dengan Bandar Udara Toraja. Lurah Tampo juga sangat mendukung dan mengatakan bahwa di tempat wisata ilmiah tersebut nantinya juga dapat dilakukan berbagai pelatihan pengolahan bambu.
Dari hasil diskusi para stakeholder yang hadir pada pertemuan tersebut siap mendukung kegiatan pengelolaan bambu sebagai bahan baku kerajinan maupun sebagai objek daya tarik wisata di Kecamatan Mengkendek. Adapun dukungan itu antara lain: pengelola KHDTK siap menyediakan tempat untuk berkreasi; Dinas Perdagangan dan Perindustrian siap memfasilitasi pelatihan dan pendampingan jika kelompok menunjukkan kesungguhan dalam pembuatan barang kerajinan; penyuluh kehutanan siap mendampingi kelompok; pemerintah setempat (lurah) siap memfasilitasi urusan administrasi pengajuan proposal ke dinas terkait. “Asal ada niat, minat dan kesungguhan masyarakat dalam memanfaatkan bambu dan limbah bambu sebagai bahan baku kerajinan dan sudah menghasilkan produk kerajinan yang bernilai ekonomi serta sudah ada kelompoknya, pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian akan memfasilitasi dan mendampingi kelompok tersebut”, jelas Feny.
Terkait dengan pengembangan kelompok pemanfaat bambu, peserta diskusi sepakat bahwa ada baiknya mengembangkan dari kelompok yang sudah ada yaitu KTH Siangkaran yang selama ini mengelola lahan di KHDTK dan juga memelihara tanaman bambu. Teknis pengembangan kelompok bisa dengan membentuk divisi atau sub kelompok yang fokus pada pemanfaatan bambu untuk pembuatan produk kerajinan. Kegiatan FGD ini ditutup oleh Lurah Tampo, Israel Rante Allo, dilanjutkan dengan acara foto bersama. ***IND & NH.