BP2LHK Makassar(6/09/2019)_Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka untuk mewujudkan Balai Litbang LHK Makassar sebagai Pusat Unggulan Iptek Pengelolaan Kawasan Wallacea. Focus Group Discussion tersebut dilaksanakan pada Hari Selasa 4 September 2019 berlokasi di Hotel Dalton Makassar dengan pembahasan tentang 3 Roadmap Pusat Unggulan Iptek (PUI) yaitu: 1)Konservasi Eboni sebagai Jenis flora endemik 2) Konservasi tarsius sebgai jenis fauna endemik 3)Pengelolaan kawasan karst Maros-Pangkep.
Dalam sambutan Focus Group discussion oleh Kepala Balai BP2LHK Makassar Ir. Misto, MP beliau menyampaikan bahwa “Litbang LHK Makassar sedang menjalankan focusing riset dalam rangka menjadi pusat unggulan Iptek Pengelolaan ekosistem wallacea. Dalam hal pengelolaan ekosistem wallacea untuk mencapai mencapai tujuannya sebagai pusat unggulan iptek maka Balai Litbang LHK Makassar menyusun 3 roadmap terkait focus riset yang telah dipilih. FGD ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada penyempurnaan roadmap yang telah di susun dari masukan-masukan para peserta.”
FGD ini dihadiri sekitar 29 institusi baik dari negeri maupun swasta dan beberapa pemerhati lingkungan, mahasiswa Fakultas Kedokteran hewan Unhas,Fakultas Kehutanan dan yang lainnya.
Pemaparan dan pembahasan draft roadmap yang pertama adalah Konservasi tarsius Sebagai Jenis flora endemik yang dibawakan Tim Roadmap Tarsius yang terdiri atas peneliti dan teknisi Balai Litbang LHK Makassar yaitu Indra Ardi S.L.L.P.P, Andriyani Prasetyawati, Bayu Wisnu Broto,dan Fajri Ansari.
State of the Art penelitian tarsius ini masih sangat terbatas dan parsial. Berdasarkan peraturan menteri, ternyata satwa ini tidak termasuk satwa yang dilindungi sehingga berbagai jenis satwa ini dari berbagai sisi menjadi semakin besar peluang untuk pengembangannya seperti menciptakan taman wisata tarsius. Terdapat berbagai species tarsius namun yang dijadikan fokus adalah species tarsius fuscus. Tujuan dari roadmap ini diharapkan dapat tersedianya Data dan Informasi mengenai konservasi T. Fuscus dan tersedianya Peta Jalan bagi Penelitian dan Pengembangan T. Fuscus dengan visi terwujudnya konservasi tarsius.
Selanjutnya terkait Konservasi Eboni yang dibawakan oleh Tim Roadmap Eboni yaitu Merryana kidding Allo, Muhammad Asdar, dan Suhartati. Penyusunan roadmap konservasi eboni bertujuan untuk mewujudkan sinergitas, efektivitas,efisiensi dan terintegrasi dalam penyelenggaraan konservasi tumbuhan eboni sehingga eboni lestari dan dapat kembali dimanfaatkan. Eboni merupakan salah satu di antara 300 genus diospyros yang tersebar di seluruh dunia dan satu diantara 6 genus yang tersebar di wilayah wallacea dan saat ini keberadaannya terancam punah diakibatkan eksploitasi yang tinggi karena harganya mencapai 37 juta/m3 sangat mahal dibanding harga kayu komersial lainnya.
Pemaparan ketiga dibawakan oleh Tim Roadmap Pengelolaan karst oleh Nur Hayati, Abdul Kadir W, dan Tri sayektiningsih yang menjelakan mengenai Karst yang merupakan bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping.
Target dan tujuan penyusunan Roadmap Pengelolaan karst hingga 25 tahun kedepanya adalah 1) adanya model pengelolaan ekosistem kawasan karst maros pangkep sesuai dengan fungsi ekologi dan ekonominya , adanya pengelolaan zonasi kawasan karst yang meliputi blok perlindungan dan blok pemanfaatan. 2) Model konservasi dan pemulihan konservasi dan pemulihan ekosistem kawasan karst outputnya dapat diperoleh teknologi konservasi dan pemulihan ekosistem kawasan karst yang telah mengalami kerusakan. 3) Model pemanfaatan keanekaragaman hayati pada kawasan karst Maros -Pangkep secara lestari bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar yaitu dengan teridentifikasinya jenis tanaman obat produk obat herbal yang dihasilkan dari kawasan karst Maros – Pangkep.
Roadmap “Pengelolaan Kawasan Karst Maros – Pangkep“ ini diharapkan dapat memberikan arah pelaksanaan kegiatan Penelitian karst bisa lebih terarah, sehingga dapat memberikan output yang jelas bagi pemerintah dan masyarakat.
Dengan kurangnya atau tumpang tindihnya kegiatan penelitian maka dibutuhkan adanya sinergitas dengan para stakeholder terkait seperti lembaga penelitian, Universitas, Lembaga konservasi dan perusahaan/industri yang memanfaatkan kawasan karst sehingga dapat mengurangi pemborosan waktu,tenaga dan anggaran. ***(IKI)